Cerpen
S T R O K E
Oleh : Nurdin Kurniawan
Lalu-lalang
orang-orang berkendara tak mempengaruhi pikiran Rosid yang sedang konsentrasi
ke kartu gapleh. Tangan Rosid mencolek orang yang ada di sebelah kirinya.
“Ayo
buang jangan lama-lama”
Darto dengan perasaan kesal membanting
kartunya sambil mengucapkan salah satu nama binatang. Rasid tak terpengaruh
dengan ocehan Darto walau ia sempat sewot dengan lamanya Darto membuang kartu.
“Nah
ini baru memberi jalan!”
Rosid membuang kartu yang selama ini tak
bisa keluar.
“Tun”,
ujar Yanto yang ada disebelah kanan Rosid.
Empat orang ini asyik sekali dengan bermain
kartu gapleh. Masih pagi orang sibuk kesana kemari sesuai dengan tujuannya
namun 4 oarnng ini tak menghiraukan dengan kesibukan yang lain.
“Ru
apa tidak ngantor?”, tanya Maman yang berhadapan dengan Rosid.
Ditanya seperti itu Rosid melotot pada Maman.
“Jangan
ngurusi orang lain”
“Buang
saja kartunya!”
Maman diam tak ingin sahabat yang satu
ini marah.
Perempatan
dekat pasar memang selalu banyak orang. Selain mereka yang sedang menungggu
penumpang, di pos yang didirikan oleh para tukang ojeg ini juga sering
dijadikan mangkal orang yang main gapleh. Rosid bukanlah tukang ojeg seperti
yang sedang ngumpul menunggu penumpang. Ia adalah seorang guru di salah satu
sekolah dasar. Entah apa yang mempengaruhi pola pikir orang yang satu ini. Di
hari Senin disaat orang lain sibuk menuju ke tempat kerjanya Rosid malah magol di pos tukang ojeg. Masih
mengenakan pakaian seragam berwarna coklat kaki. Beberapa PNS yang lewat di pos tukang ojeg hanya mesem melihat
kelakukan Rosid. Bahkan ada beberapa orang yang kenal siapa Rosid nyletuk mengumpat perbuatan orang yang
satu ini.
“Terlalu
si Rosid ini”
“Orang
istrinya melepas dengan ciuman tangan eh...orangnnya magol di pos tukang ojeg”
“Masih
pakai pakaian seragam lagi!”
Tak sampai ketelinga langsung tak membuat Rosid berhenti. Siapa
saja yang memberi lakson ketika ia sedang main gapleh tak akan memalingkan
tangan rosid dari kartu gapleh.
Makin
tinggi pohon makin besar angin yang akan menimpa. Seperti itulah orang
mengibaratkan gangguan dan godaan pada diri manusia. Orang macam profesor yang
tinggi tingkat keilmuannya tentu yang menggoda juga setan yang sudah punya
gelar profesor lagi. Rosid yang guru agama juga digoda oleh setan yang gelarnya
tak beda jauh dengan guru agama di lingkungan setan. Banyak orang yang sudah
mengingatkan Rosid akan perbuatannya namun tak satupun yang mempan. Terakhir
orang yang cukup berani menasehati Rosid adalah Kyai Maksum ketua DKM Masjid Al
Barokah.
“Sid
malu sih masa sudah tua kelakuan masih seperti itu!”
“Kamu
ini seorang ustadz”
“Kamu
seorang guru!”
“Yang
lain kerja malah kamu nongkrong di pos tukang ojeg!”
“Kemana
akal sehatmu?”
Bukan Rosid kalau tidak memberikan jawaban.
Ada saja alasan yang dikemukakan orang ini. Sampai akhirnya Kyai Maksum
geleng-geleng kepala. Namun Kyai Maksum bukanlah orang biasa. Ia orang yang
banyak pengaruhnya di masyarakat. Apa yang ia ucapkan selalu didengar orang. Tak
adanya perubahan dari Rosid membuat Kyai Maksum mengambil tindakan.
“Sebagai orangtua saya
tak bosan-bosan menasehatimu”
“Sekarang pikirkan
baik-baik!”
“Kalau masih seperti
itu saja saya juga ikut malu”
“Kamu sementara saya
coret dari memberikan khutbah di masjid”
Seperti tak ada rasa takut sama sekali. Perubahan tingkahlakupun tidak
Nampak. Dengan sangat terpaksa sebagai Kertua DKM Kyai Maksum punya
tanggungjawab. Rosid
dicoret dari daftar orang yang suka memberikan khotbah pada sholat Jum’at di
masjid dimana Kyai Maksum sebagai ketua DKMnya.
Seringnya absen
di sekolah membuat kepala sekolah juga jengkel dengan apa yang dilakukan Rosid.
Hj. Atikah sudah sering menasehati Rosid agar mengajar yang betul. Memberikan
contoh pada guru-guru muda. B.
“Bapak sudah senior di sekolah ini!”
“Tolong dong perlihatkan kehadiran bapak”
“Malu sama guru-guru muda!”
Rosid hanya mensuput berapa kali teh manis yang dibuatnya. Rokoknya tak
mau lepas dari tangan. Malah dengan berani sesekali asapnya ia arahkan pada
muka kepala sekolah. Untuk yang satu ini kadang memang Rosid suka berani walau
sama atasan sekalipun.
Hj. Atikah juga
sering didebat oleh Rosid. Hj. Atikah malah pernah menangis ketika menasehati
Rosid lalu Rosid membalikkan dengan rumah tanggga Hj. Atikah yang sedang
dilanda masalah.
“Sudahlah bu…”
“Ibu itu banyak ngomong tetang saya”
“Apa tidak capai?”
“Bicara saja yang lain!”
“Urus saja tuh suami ibu yang suka main dengan
wanita!”
Seperti di skak mati! Rupanya Rosid ini tahu persis apa yang sedang
terjadi di rumahtangga Hj. Atikah. Dari urusan kantor malah beranjak jauh
sampai urusan rumahtangga orang. Buat apa lagi mengurusi orag yang satu ini
ujar Hj. Atikah dalam hati. Semenjak itu Hj. Atikah
tak pernah lagi menasehati Rosid. Mau berangkat
atau tidak terserah pada yang bersangkutan. Sudah capai menesehati orang yang
seperti ini.
***
Terdengar indah
lantunan orang yang mengaji di tajug. Entah siapa yang mengaji yang membuat
orang makin hafal dengan suara yang melantunkan.
“Enak sekali suara orang yang ngaji”
“Istikomah lagi tiap menjelang maghrib”
“Anak muda siapa lagi yang seperti ini!”
Rupanya banyak juga orang yang memperhatikan apa yang dibaca oleh Rosid
di tajug. Seringnya mengaji sebelum maghrib
di tajug membuat orang-orang kini hafal dengan suara anak muda. Duduk sersila
melantumnkan ayat-ayat suci Al Qur’an. Menjelang maghrib barulah Rosid bangkit
dari silanya. Ia pula yang melantunkan adzan.
Rosid muda yang
penuh dengan kegiatan positif. Hari-harinya disibukkan dengan berbagai kegiatan
anak-anak muda. Setamat Pendidikan Guru Agama apa yang dilakukan Rosid hanya
memberikan bimbingan mengaji pada anak-anak yang mau belajar mengaji di tajug. Dari shubuh sampai usai isya banyak dihabiskan di
tajug. Mulai dari anak-anak samapai remaja banyak yag mengaji pada Rosid. Untuk
kegiatan memberikan bimbingan mengaji Rosid tak pernah memberikan tarif.
Semuanya hanya karena berharap ridho dari Allah.
Manusia ada godaannya. Seringkat guru agama maka setan
yang menggoda juga adalah setan yang mengerti akan seluk beluk agama. Macam
professor maka yang mengggoda juga adalah setan yang sudah derajatnya
professor. Rupanya yang digoda juga dilihat ijazahnya. Setan juga bisa
menyesuaikan siapa yang akan diutus untuk menggoda si X, si Y dan si Z.
Kegiatannya baru
sedikit berubah setelah ia menikah. Persoalan rumahtangga yang kata orang
sebagai bumbunya kehidupan justru membuat Rosid mulai tak betah tinggal di
rumah.
“Pak uang dapurnya ?”
Rosid hari itu memang sedang tidak punya uang. Ia tak punya alasan lain
kecali mengatakan tidak ada. Karuan saja sang istri marah-marah dengan apa yag
diucapkan Rosid. Hampir ada saja didalam kesehariannya yang membuat pening
Rosid makin mengkerut. Dari malam ke malam ada saja yang dilakukan Rosid diluar
rumah.
“Mau kemana pak?”
“Sudahlah jangan banyak
tanya”
“Nanti pulang juga bawa
uang”
Tak ingin sang suami muram durja akhirnya Narti membiarkan sang suami
pergi. Tak ada gunanya terus-terusan ngomel kalau yag diomeli juga sudah
ngeluyur pergi.
Bila ada yang punya hajat seperti acara sunatan atau ngawinkan Rosid kadang betah sampai pagi hari di rumah yang empunya
hajat. Salah satu kegiatan yang digelar tuan rumah dalam rangka lek-lekan ini adalah gapleh. Dari
sinilah gapleh seolah menggantikan kegiatan Rosid yang selama ini tak jauh dari tajug.
Bulan April
kemarin adalah bulan yang penuh sekali dengan tetangga yang punya hajat. Dari
malam ke malam Rosid keliling terus di rumah yang akan hajatan. Kadang dalam
setiap malamnya cukup banyak juga yang diraup Rosid dibawa pulang. Jadilah
acara lek-lekan yang tadinya hanya mengisi
menemani si empunya hajat bagi orang semacam Rosid dan beberapa kawannya digunakan
untuk arena main judi.
“Yang mau iseng
silahkan di meja depan “
“Yang mau
taruhan ayo pindah ke meja belakang!”
Seolah ditantang Rosid lalu lantang mengajak
beberapa orang yang mau taruhan. Jadilah arena lek-lekan menjadi ajang judi bagi beberapa orang.
Malam
sebelum berangkat Narti memang berang terhadap sang suami yang tiap hari
keluyuran malam terus.
“Sudah
sih pak malu...!”
“Masa
tiap hari keluar malam terus”, ujar Narti sewot.
Dibilang seperti itu oleh sang istri tak
menyurutkan langkah Rosid keluar rumah. Ia seolah tak mendengar istrinya
ngoceh. Kadang sampai pintu dibanting sang istri tak menyurutkan Rosyid keluar malam. Narti akhirnya bosan sendiri
dengan kelakuan sang suami yang tak mempan
dibilang ini dan itu. Anehnya pula orang macam Narti begitu menjelang shubuh
suami pulang dengan membawa uang yang cukup banyak ia bisa senyum kembali.
Pas...rupanya apa yang dibawa sang suami. Sewotnya Narti tak lagi membara
seperti awal sang suami akan berangkat lek-lekan.
Omongan
tetangga dengan kelakuan Rosyid sudah tak ia acuhkan. Narti akhirnya tahu
sendiri kalau sang suami juga sudah jarang ke sekolah. Ngajar kadang hanya itungan jari dalam sebulan
kalau sudah tidak mud. Entah sudah berapa surat teguran kepala sekolah yang dilayangkan
pada Rosid. Malu juga sebenarnya Narti tahu kalau sang suami sering tidak
berangkat ke sekolah.
Gunakan
waktu sehatmu sebelum waktu sakit tiba. Ungkapan Nabi Muhammad SAW. yang bagus
juga untuk direnungkan. Seringnya keluyuran malam dan pola makan yang tidak
sehat membuat Rosid jatuh sakit. Mulanya
hanya terasa pegal-pegal, lalu bertambah persendiannya terasa sakit. Sudah
berapa dokter yang sering dikunjungi untuk berobat. Sampai akhirnya badan Rosid
tidak berfungsi sebelah. Kata dokter Rosid terkena stroke. Makin hari makin parah rupanya. Bibir Rosid mengo alis tidak simetris. Kedudukan
yang seperti itu membuat apa yang diomongkan Rosid makin tidak jelas. Sampai akhirnya
Rosid tidak bisa bicara sama sekali. Hanya gerakan tangan dan badan bila ingin
berkomunikasi dengan Rosid.
Harta
benda yang dimili termasuk harta orangtua habis untuk biaya berobat Rosid.
Sawah orangtua yang puluhan hektar habis untuk biaya pengobatan. Lama tidak
melaksanakan tugas di sekolah sampai akhirnya Rosid didatangi petugas dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD).
“Berdasarkan
surat-surat yang bapak ajukan pada kami”
“Bapak sudah tidak
sanggup lagi untuk bertugas sebagai guru”
“Kami juga tidak bisa
memaksakan”
“Bapak terpaksa harus
pensiun muda!”
Rosid tidak berkedip mendengarkan apa yang dituturkan sang petugas. Ia
juga tidak bisa berbuat banyak. Tubuhnya hanya terbujur kaku di kasur. Hanya
anak-anak yag ikut menyaksikan menangis melihat usia bapak yang masih terbilang
muda namun harus pensiun dini.
Tak
terdengar lagi lantunan orang yang mengaji di tajug yang sudah puluhan tahun dilakoni.
Tak ada orang yang menasehati lagi bila Rosid mangkal di pos tukang ojeg. Rosid
hanya bisa melangkah tak jauh dari rumah. Pengobatan menyeluruh tak ia lakukan
lagi. Keluarga sudah tak sanggup lagi untuk membayar biaya pengobatan yang ratusan
juta. Rosid lebih memilih untuk dirawat di rumah. Bahkan ia sudah pasrah seandainya
Allah memanggilnya.
Tatapannya
kosong mellihat orang yang lalu-lalang didepan rumahnya. Hanya anak tertunya yang
merawat Rosid. Sang istri jadi TKW mencari rejeki di negara penghasil petro dollar. Dalam kerlipan matanya menetes buliran seperti intan keluar. Tangan sang buah hati yang masih ia rasakan
kehangatannya. Rosid yang duduk di kursi roda dipijit-pijit anak tertuanya. Rosid hanya bisa
menyesali masa mudanya yang tidak diisi dengan hal-hal yang bermanfaat.
Penyesalan memang datangnya selalu diakhir episode,
Cirebon,
29 Januarai 2014
nurdinkurniawan@ymail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar