Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Jumat, 28 Juni 2019

LINA PATMAWATI (Cerpen)


Cerpen
LINA PATMAWATI
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Pagi sebelum ayam berkokok Ibu sudah bangun untuk mempersiapkan  dagangan yang akan diedarkan di pagi hari. Ibu memang punya kesibukan sebagai penjual nasi kuning. Beliau tidak memilih disalah satu tempat untuk menjualkannya tapi Ibu memilih keliling menjual nasi kuning bungkus. Tak terlau jauh memang kelilingnya hanya sekitar tempat tingggal saja.
 Lina bangun tidur semua masakan yang dibuat Ibu sudah matang semua dan siap diedarkan. Kadang suka kasihan juga bila melihat apa yang dikerjakan Ibu tiap harinya. Lina tidak bisa membantu banyak.
“Sudah kamu jangan repot-repot bantu Ibu”
“Tugas  Lina hanyalah belajar”
“Yang rajin sekolahnya”
“Jangan kecewakan Ibu!”
Lina sudah mengerti tugas apa yang harus dikerjakan bilamana Ibu berangkat menjajakan nasi kuning keliling kampung. Diantara tugas Lina adalah mencuci piring dan menyapu rumah dan halaman. Lina berangkat sekolah Ibu masih saja berputar-putar menjajakan nasi kuning yang dibuatnya. Sekitar pukul 08.00  biasanya Ibu sudah pulang lagi. Masakan yang dibuatnya hampir tak tersisa.
            Semenjak Bapak meningggal dunia jauh sebelum Lina dilahirkan, Ibu harus banting tulang mencari penghasilan tambahan. Sudah mencoba usaha-usaha yang lain namun tak bertahan lama. Maka berjualan nasi kuning inilah yang cukup lama ditekuni Ibu.
            “Kalau Bapak kamu masih ada nasib kita tak akan seperti ini!”
            “Kamu harus prihatin Lin”
Lina tak kuat menahan air mata.  Kalau Ibu sudah bicara tentang Bapak ingin rasanya wajah sang Bapak bisa dilihatnya. Ada tatapan kosong yang ia bayangkan untuk sosok yang satu ini. Lina hanya bisa melihat photo manakala ia rindu akan figur sang Bapak.
            Terkadang kalau mendengar cerita Ibu tentang kematian Bapak hampir tak percaya juga.  Menurut Ibu, Bapak meninggal dunia bukan karena hal yang sewajarnya. Bapak ada yang menyantet. Pernah ketika masih sakit Bapak dibawa ke dokter dan menurut hasil diagnose dokter tak ada penyakit yang diderita di tubuh Bapak. Bapak diperiksa melalui komputer juga tidak memperlihatkan hal-hal yang aneh. Bapak merasakan sakit yang berlebihan. Penasaran dengan apa yang sedang diderita Bapak maka Bapak lalu dibawa ke Kyai yang tahu akan hal-hal klenik. Dari informasi Pak Kyai inilah baru diketahui kalau Bapak ada yang menyantet.
            Bapak muntah-muntah dan menahan sakit yang berkepanjangan. Sampai akhirnya Bapak muntah darah dan dalam muntahnya itu ada paku, jarum serta rambut. Setelah kejadian itu Bapak langsung meningggal dunia. Dari sinilah Ibu yakin kalau Bapak meningggal dunia karena terkena santet.
            Lalu siapakah yang menyantet Bapak? Ibu tak pernah meneliti sejauh itu. Namun diperkirakan hal ini berkenaan dengan kedudukan Bapak yang kini mulai menanjak. Bapak bekerja di sebuah proyek di Bagor sebagai pekerja bangunan. Lama bekerja di proyek sampai akhirnya Bapak mendapat kepercayaan dari pimpinan proyek.  Kedudukannya yang bagus inilah yang diperkirakan menjadikan orang-orang tertentu tak senang dengan Bapak. Bapak mulai sering sakit-sakitan. Kalau diperiksakan ke dokter tak diketemukan penyakit yang membahayakan , bahkan dokter kadang tak mendiagnosa apa-apa dari keluhan yang diderita Bapak. Baru setelah Bapak muntah  yang membawanya sampai meninggal dunia barulah Ibu percaya dunia santet-menyantet. Dunia yang dulu tidak terpikirkan sama sekali.
            Kondisi ekonomi keluarga jadi goyang. Ibu yang tadinya hanya ibu rumahtangga kini harus berbalik arah. Mancari penghasilan tambahan untuk mencukupi keluarga. Walau aku waktu itu masih sangat kecil namun sering diajak-ajak Ibu berjualan. Tak terasa kini aku sudah duduk di kelas 9. Ibu masih saja menekuni usaha yang satu ini hanya untuk membantu           keuangan. Ibu berharap aku masih bisa sekolah sampai ke perguruan tingggi.
            “Selama Ibu masih kuat akan Ibu coba”
            “Maka doakan Ibu agar diberi kesehatan”
Kadang kalau Ibu sudah mengatakan yang seperti itu hati ini begitu terenyuh . Lina ingin membahagiakan Ibu. Lina ingin                                                                                  bila Lina kelak berhasil nanti Ibu masih ada. Lina ingin Ibu bisa menikmati jerih payah Lina.
                                                                        ***
            Lina Patmawati adalah anak bungsu dari 3 bersaudara. Kakak Lina yang pertama sudah bekerja di Kalimantan dan mendapatkan istri orang sana. Keadaan ekonomi yang belum mapan yang menyebabkan kakak Lina yang pertama ini belum bisa membantu Ibu. Bahkan bila pulang ke Jawa, Ibulah yang memberi ongkos untuk pulang ke Kalimantan. Kakak Lina yang kedua perempuan dan sudah menikah. Suaminya bekerja sebagai pedagang bubur di Banten. Kakak Lina yang kedua ini ikut membantu Ibu di rumah.
            Segala keuangan sekolah Ibu berusaha untuk menutupinya. Pihak sekolah tahu kalau Lina sudah yatim. Di sekolah Lina mendapatkan beasiswa Bantuan Siswa Miskin (BSM). Keuangan sekolah Lina jadi ikut terbantu dengan adanya BSM.
            Di kelas 9 ini Lina harus lebih sungguh-sunggguh lagi. Waktu di kelas 8 alhamdulillah Lina juara satu di kelas. Kini setidaknya ranking itu harus dipertahankan. Bukankah kalau mempertahankan jauh lebih sulit lagi? Makanya Lina tidak gegabah dengan prestasi yang pernah Lina raih. Segalanya harus dipertanggungjawabkan. Lina harus lebih bersungguh-sungguh lagi.
            Kedua kakak Lina memang sekolahnya tidak ada yang tingggi. Lina ingin agar Ibu punya kekuatan dan rejeki sehingga bisa mensekolahkan Lina jauh lebih tingggi lagi. Lina punya cita-cita ingin jadi bidan. Lina senang akan profesi yang satu ini. Bisa membantu orang yang akan melahirkan. Mulia sekali kalau bisa membantu orang yang sedang kesulitan. Terbayang oleh Lina bagaimana Ibu melahirkan Lina sementara Bapak sudah meninggal ketika Lina masih dalam kandungan berusia 7 bulan. Hal inilah yang menginspirasi Lina bercita-cita jadi bidan.
            Lina di sekolah ikut kegiatan OSIS. Di kepengurusan OSIS Lina menduduki  Seksi Budi Pekerti salah satu seksi yang ada di kepengurusan OSIS SMPN 2 Pabedilan. Sekolah sambil ikut belajar berorganisasi. Bukankah orang yang berorganisasi itu sangat baik? Bisa berbaur dengan sesama siswa dan juga bisa bergaul dengan siswa yang dari luar sekolah. Pokoknya banyak hal yang bisa diambil manfaatnya kalau kita masuk dalam sebuah organisasi.
            Kondisi yang seperti inilah yang menbuat Lina berfikir jauh kedepan. Apa yang dialami Ibu Lina merupakan pendorong bagi Lina untuk hidup lebih prihatin. Banyak yang dipikirkan dalam hidup ini bagaimana agar bisa mensejahterakan  Ibu. Inilah PR yang sampai sekarang belum bisa dipecahkan. Ingin, ingin sekali Lina bisa membahagiakan Ibu. Ingin usia Ibu panjang sehingga bisa menyaksikan apa yang telah Lina raih kelak. Banyak sekali yang terpikirkan untuk bisa  membalas jasa Ibu, namun rasa-rasanya tak sanggup untuk dibalasnya. Jasa Ibu amatlah besar. Banyak hal yang tidak  bisa dibalas walau dengan pengorbanan yang sangat besar. Ibu merupakan segalanya bagi Lina.
                                                                        ***
            Terdengar dari kejauhan suara orang yang sedang menawarkan nasi kuning. Kadang terenyuh bila mendengarkan sekilas. Suaranya makin lama makin jelas. Lina sudah sangat mengenal suara yang satu ini. Nasib orang memang siapa tahu. Ingin hidup makmur dengan tanpa kekurangan apapun namun siapa yang menyangka kalau akhirnya akan seperti ini. Banyak misteri yang tak terpecahkan dengan kejadian-kejadian yang dialami tempo dulu. Namun biarlah hal itu bergulir apa adanya.  Semua sudah merupakan kehendak dari Yang Maha Kuasa.
            Roda kehidupan akan terus bergulir dan terus berjalan. Waktu ini harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Terasa sekali masih jauh langkah yang harus ditempuh. Kuperhatikan Ibu dengan kesibukan sehari-harinya. Usianya tak muda lagi. Sudah ribuan kilometer jalan yang beliau tempuh untuk menjajakan nasi kuning. Sudah banyak pula asam garam kehidupan yang beliau rasakan. Ingin waktu itu bergulir dengan cepatnya, namun  sayang aku masih seperti ini. Aku masih duduk di kelas 9 SMP. Masih sangat jauh sekali perjalanan yang akan aku tempuh.
            Rasa-rasaya baru kemarin aku dibangunkan Ibu untuk mandi pagi. Rasa-rasanya baru kemarin Ibu meninabobokan diriku. Kubuka mata ini secara perlahan. Ibu masih saja asyik dengan pekerjaan di dapur. Kesibukan sehari-hari yang belum juga dilepaskan. Kapankan aku akan membahagiakan Ibu? Kapankan aku akan menyenangkan Ibu? Oh… rindu rasanya kalau aku bisa membalas jasa Ibu. Dengan segala perjuangannya rasa-rasanya aku tak akan  bakal mampu membalasnya walau dengan keringat darah sekalipun. Ibu… maafkan Lina yang masih menyusahkan Ibu.

                                                                                                           Cirebon, 8 September 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar