Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Senin, 24 Juni 2019

SULUK MANG DURJA (Cerpen)


Cerpen

SULUK MANG DURJA
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd.

            Seperti tidak terasa  dari waktu dhuhur ke ashar yang begitu cepat. Mang Durja menggeliat dari rebahan di lantai masjid yang begitu terasa dingin. Seharian mencari oli bekas rupanya menyedot tenaganya yang tidak lagi muda. Bergegas mengambil air wudhu untuk mengikuti sholat berjamaah. Walau ada perasaan masih ngantuk namun sang imam sudah ada dideretan baris paling depan. Komatpun dikumandangkan.
            Apa yang dialami dalam mimpi tadi masih menyisakan banyak tanda tanya. Kok sepertinya bukan mimpi sebab apa yang dirasakan Mang Durja seperti masih dalam keadaan sadar. Ia tahu betul waktu kisah itu terjadi dirinya masih bisa mengingat orang-orang yang  berada didalam masjid. Oh tidak! Ini antara sadar dan tidak sadar. Mang Durja makin penasaran dengan apa yang ia alami waktu tidur siang. Nanti kalau orang-orang tidak banyak yang mengerubungi pak kyai akan ia tanyakan langsung perihal mimpi yang ia alami.
                Kyai Ibnu selalu sibuk dengan tamu-tamunya. Tadi hanya tinggal satu orang lagi, eh…ada lagi yang datang. Mang Durja sebagai orang lama sudah dianggap bukan orang lain. Setiap hari ada saja di masjid jadi punya kesempatan bertanya kalau memang ingin ada sesuatu yang ingin ditanyakan pada pak kyai. Namun kali ini karena yang akan ditanyakan adalah masalah yang menyangkut diri sendiri maka nanti saja dipilih waktu kalau pak kyai sedang tak ada tamu. Dari tadi ditunggu-tunggu ternyata susah juga mencari pak kyai yang sedang tidak melayani tamu. Atau barangkali waktunya yang tidak tepat  sehingga seperti sekarang ini. Harus bagaimana lagi? Akhirnya menunggu saja sampai nanti tamu terakhir pulang.
            Tak banyak orang lagi inilah waktu yang tepat untuk menanyakan  apa yang tadi siang dialami. Masih di masjid ini juga Mang Durja bermimpi kalau melihat pak kyai sedang tidur di lantai masjid. Apa yang dilihat Mang Durja kok pak kyai dikelilingi oleh 3 tumpuk kotoran manusia membentuk congcot (ujung tumpeng). Kalau bermimpi di majid suka ada hal-hal nyata ataupun kisah-kisah penuh lambang. Namun Mang Durja belum bisa menakwilkan apa arti dari mimpinya itu. Pada kesempatan yang baik inilah ia ungkapkan pada pak kyai.
            Mau memulai pembicaraan seperti kaku. Memang Mang Durja jamaah yang paling setia   berada di masjid. Hampir setiap sholat 5 waktu ia kerjakan bersama pak kyai. Boleh dikata murid kesayangan walau usia dengan pak kyai masih jauh lebih tua Mang Durja. Mang Durja selalu manut dengan apa yang dititahkan pak kyai. Belum ngomong apa-apa pak kyai sudah mesem duluan.
            “Ada apa?”
Agak kaku juga sebab biasanya Mang Durja mendekat pada pak kyai kalau ada sesuatu maksud saja. Biasanya pula bila urusan yang menyangkut dengan gambar Soekarno-Hatta. Tapi kali ini bukan masalah fulus. Ada sesuatu yang harus ia sampaikan mudah-mudahan apa yang disampaikan nanti pak kyai bisa menakwilkan arti mimpinya.
            “Begini pak kyai…”
Mulailah Mang Durja menceritakan apa yang ia alami ketika tadi siang ia tidur di masjid. Tak ada yang terlewat apa yang ia lihat dalam mimpi itu diceritakan pada pak kyai.
            “Maaf pak kyai”
            “Apa takwil mimpi yang saya alami itu?”
Seperti biasa pak kyai Ibnu hanya mesem mendengarkan penuturan murid yang paling senior di Masjid  Nurul Iman.  Kalau pertanyaan dari Mang Durja selalu berbobot dan biasanya memang ia merupakan suatu kenyataan. Dari kisah Mang Durja inilah banyak sekali hikmah yang bisa diambil pelajaran untuk murid kyai yang lainnya. Hanya saja ceritanya memang berasal dari Mang Durja. Sebagai  bentuk pembelajaran buat santri-santri yang lainnya.
            Mengubah posisi duduk kini berhadapan langsung dengan Mang Durja. Mengangguk-angguk seolah mengerti banget dengan apa yang dialami murid senior. Perjalanan Mang Durja sampai akhirnya bisa mengenal Kyai Ibnu juga merupakan suatu pertemuan yang sulit untuk dinalar. Dari orang yang suka berjudi, suka main perempuan, suka mabok, suka kebut-kebutan sampai akhirnya sadar bisa melaksanakan sholat 5 waktu, dzikir dan kini menjadi murid pak kyai yang paling setia.
            “Ada 3 kotoran lagi yang harus Mang Durja bersihkan”
            “Coba Mang Durja punya kesalahan apa waktu masih muda dengan yang namanya perempuan?”
Lama Mang Durja merenung dengan pertanyaan pak kyai. Kalau dibilang perjalanan masa muda bukan ceritakan lagi sebab begitu banyak pengalaman  di dunia hitam yang telah Mang Durja lakukan.
            “Coba dari sekian perjalanan hidup itu pasti ada seseorang yang telah Mang Durja sakiti”
            “Siapa dia?”
Rasa-rasanya terlaku banyak wanita yang masih jamannya Ali Topan demikian Mang Durja mengistilahkan masa mudanya dahulu. Dengan kendaraan  motor trail dijamannya Mang Durja sudah banyak melakukan perjalanan jauh. Banyak kisah yang ia torehlan dengan si Ali Topannya itu.
            “Mang Durja telah berbuat apa?”
Mang Durja akhirnya malu sendiri sebab kisah hidupnya diketahui pak kyai. Oh…rupanya ini yang dimaksud dengan 3 gundukan  kotoran yang tadi mengelili pak kyai. Ini kisah hidup diri Mang Durja yang harus dibersihkan. Pantasan saja dalam beberapa hari ini yang namanya kaki inginnya pergi ke Kuningan terus. Rupanya ada suatu perjalanan yang harus Mang Durja lakukan dengan melakukan suluk.
            “Mang Durja sempatkan waktu”
            “Kunjungi bekas pacar Mang Durja yang dahulu telah dihitamputihkan Mamang”
            “Mintalah maaf atas apa yang pernah Mamang lakukan”
Ada perasaan malu juga sebab pak kyai kok akhirnya tahu apa yang ia lakukan ketika masa muda dahulu dengan salah seorang mojang Kuningan yang bernama Mimin.
            Ada bab baru yang harus dilakukan Mang Durja bila suluk ke mantan kekasihnya.  Itu kejadian sudah puluhan tahun yang lalu. Ketika Mang Durja masih perjakan. Kini apakah Mimin akan memaafkan dirinya yang dahulu telah ia tinggalkan? Belum lagi nanti bagaimana kalau Mimin sudah mempunyai suami? Alasan apa yang nanti akan diungkapkan pada sang suami Mimin yang sekarang? Seribu satu pertanyaan yang muncul dalam benak Mang Durja. Tapi Mang Durja harus melakukan suluk untuk meningkatkan kadar keimanannya. Bila suluk ini tidak dilakukan maka akan semakin banyak dosa saja sebab yang dahulu dilakukan akan selalu terngiang dalam-dalam. Harus…harus  suluk walau nanti akan banyak permasalahan baru. Kalau hal ini diketahui oleh istri Mang Durja tentu akan menjadi persoalan baru lagi. Bahkan tidak menutup kemungkinan  akan menjadi arena pertengkaran baru.
                                                                        ***
            Terlalu ekstrim kalau mau jujur dengan apa yang telah dilakukan masa muda Mang Durja. Namanya juga pergaulan anak muda jadi kadang melanggar batas-batas norma yang diajarkan agama. Terlalu riskan kalau hal ini diceritakan lalu   didengar orang-orang dekat. Bukan tidak mungkin akan menjadi persoalan baru lagi. Namun karena niat akan membersihkan diri maka apa yang telah dilakukan Mang Durja dimasa muda harus ia datangi. Intinya Mang Durja akan menghadap Mimin dan memohon maaf dengan apa yang tekah ia lakukan dahulu.
            Harus mencari teman yang mau diajak untuk menemani dalam perjalanan menuju Kuningan. Maklumlah sekarang beda dengan dahulu lagi. Dulu memang roda lagi di atas apapun yang diingini Durja muda selalu terpenuhi. Kini posisi sedang berada di bawah yang telah memutarbalikkan semua kondisi ekonomi Mang Durja. Untuk bisa bepergian saja kini Mang Durja hanya mengandalkan motor bebek tua. Sementara perjalanan menuju Kuningan harus membutuhkan kendaraan yang masih kuat nanjak. Maklumlah ia hafal betul kondisi jalan menuju rumah Mimin penuh tanjakan dan turunan yang tajam. Bila motor bebek yang sekarang ia gunakan jelas-jelas tak akan mampu membawa Durja kesana.
            Bila perjalan suluk seperti ini ditemani Sukida rasa-rasanya akan tepat. Sahabatnya yang satu ini motornya masih bagus. Disamping itu Sukida termasuk orang yang dengan mudah memberikan pinjaman manakala berhadapan dengan kas yang lagi kosong. Mudah-mudahan orangnya ada waktu luang sehingga bisa menjadi teman Mang Durja nanti dalam perjalanannya.
            Syukur begitu mengungkapkan apa yang harus dilakukan buat suluk Sukida langsung mengerti. Rata-rata santri Kyai Ibnu mengalami semua yang namanya suluk. Suatu perjalanan religi yang diperintahkan atas suatu peristiwa. Suluk ini tidak bisa dipaksakan sebab apa yang dialami sang santri macam-macam. Kalau harus melakukan suatu perjalanan maka jangan ditunggu-tunggu sampai lupa. Nanti akan ada pelajaran yang baru yang bisa dipetik dari hasil suluknya itu.
            “Kapan berangkatnya?”
            “Besok pagi saja”
            “OK!”
            Sepanjang perjalanan diisi dengan ngobrol. Tak terasa akhirnya sampai juga didaerah Kuningan.
            “Kemana ini?”
            “Rasa-rasanya sudah dekat”
            “Ikuti jalan yang ini saja”
Tujuh belas tahun yang lalu tentu beda dengan sekarang. Kalau dahulu jalannya tidak semulus sekarang. Pantas saja banyak yang lupa dengan kemajuan Kuningan. Jalannya bagus-bagus diaspal sampai pelosok desa.
            “Nah itu rumahnya”
Kalau rumah hanya sedikit perbedaannya walau kini dikanan-kirinya sudah muncul rumah-rumah baru yang  tentunya jauh lebih bagus. Rumah mantan kekasih masih teringat jelas sebab bentuknya hanya sedikit yang mengalami perombakan.
            Penuh kecamuk dalam jiwa. Ada perasaan berdebar yang kencang begitu akan mengetuk pintu. Jangan-jangan nanti suaminya yang sekarang yang muncul. Kalau dia yang muncul mau ngomong apa? Ah…jangan terlau terbawa perasaan. Datangnya diri Mang Darji  ke Kuningan  adalah untuk memperbaiki persoalan yang dulu mengganjal sehingga menjadi kotoran buat pak kyai. Ini harus dibersihkan dengan meminta maaf langsung pada orangnya. Beberapa kali ketukan akhirnya ada yang membukakan pintu.
            Tatapan beku tanpa kata-kata. Mimin tahu siapa orang yang kini berdiri dihadapannya begitu pula dengan Mang Durja. Sosok yang sudah tak asing lagi. Walau usia sudah tak  muda lagi namun tetap saja wajah ini tidak bisa begitu lupa dengan begitu saja.
            “Durja ya?”
Durja menganggukkan kepala pada Mimin yang menatapnya dengan tajam. Disela-sela mata Mimin mengelurkan buliran air seperti kristal.
            “Dengan siapa?”
            “Teman”
            “Ayo masuk”
Duduk berhadap-hadapan namun masih saja Mang Durja belum bisa memulai mengatakan apa pada Mimin yang sudah 17 tahun ia tinggalkan begitu saja. Akhirnya Sukida yang memulai  pembicaraan. Diceritakan panjang lebar akhirnya Mimin mengerti kalau Durja kesini intinya akan memohon maaf atas apa yang telah dilakukan semasa mudanya dahulu.
            “Anak kita sudah besar mas…”
            “Sudah berumahtangga dan sudah punya anak satu”
Mang Durja menghela nafas dalam-dalam. Tidak menyangka anak yang dahulu menjadi buah kasih dengan Mimin sudah besar dan bahkan sudah menikah. Terlalu banyak dosa kalau mau diceritakan sampai punya anak sudah besar dan kini menikah tanpa dihadiri lagi. Tapi sudahlah…itu masa lalu yang kini justru kedatangan Mang Durja adalah untuk meminta maaf pada Mimin.
            Belum banyak pembicaraan yang dilakukan akhirnya suami Mimin datang. Malu rasanya kalau berhadap-hadapan dengan orang yang baru ketemu ternyata kini ia yang memiliki Mimin seutuhnya. Mang Durja mohon pamit sebentar untuk ngobrol dengan pemilik rumah yang ada disamping rumah Mimin. Mang  Durja tahu jelas kalau itu rumah adiknya Mimin. Sementara biarlah Sukida yang lalu ngobrol dengan Mimin dan  suami Mimin.
            Satu persoalan sudah beres. Satu kotoran yang tadi mengelilingi tidur pak kyai sudah menghilang. Durja masih berfikir ternyata masih ada 2 kotoran lagi yang harus ia bersihkan. Dalam hati Mang Durja bertanya-tanya dengan siapakah lagi gerangan? Tokh masih ada 2 kotoran lagi. Apakah dengan gadis keturunan Arab anak pemilik toko tekstil? Atau dengan mojang amoy  yang dahulu sempat menghiasi hidup perjalanan Durja muda?  Entahlah…
            Perjalan suluk ini masih akan berlangsung. Namun Mang Durja kini yang ia lakukan hanya memperbanyak dzikir. Kalau nanti ia diperintahkan suluk lagi mengenai perjalan masa muda yang penuh dengan petualangan Mang Durja sudah siap. Pokoknya kalau mesti suluk lagi dan meminta maaf akan ia lakukan. Masih ada 2 gundukan  kotoran lagi yang mesti ia bersihkan. Mang Durja menghabiskan waktu disepertiga malam dengan memperbanyak dzikir. Memohon ampun atas apa yang telah dilakukan ketika masih muda. Nyatanya belum terlambut untuk bertobat. Mudah-mudahan masih diberi umur panjang sehingga Mang Durja bisa bersilaturahmi dengan orang-orang yang dahulu pernah menghiasi hati Mang Durja.


                                                                                                     Cirebon, 3 Desember 2015
                                                                                                      nurdinkurniawan@ymail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar