Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Senin, 24 Juni 2019

SEMERBAK KENANGA di SIANG HARI (Cerpen)


Cerpen
SEMERBAK KENANGA
di  SIANG HARI
Oleh : Nurdin Kurniawan

            Panas menyengat terasa sekali di siang hari ini. Alhamdulillah selama puasa belum seharipun hujan turun.  Cobaan yang berat terutama bagi anak-anak yang mulai mencoba belajar berpuasa. Pak tani pun mulai blingsatan berusaha mencari-cari air. Bagi yang punya mesin penyedot air barangkali tak masalah tapi bagi yang tak punya tentunya ini harus kerja ekstra.
            Ujian! Lebih tepat dikatakan demikian. Untuk bisa dikatakan naik derajat kita harus mengalami yang namanya ujian. Ujian selama di Bulan Ramadhan ini diantaranya menahan haus dan lapar. Ujian bagi pak tani juga diantaranya ialah menghadapi kemarau yang cukup panjang. Kekeringan mulai terlihat disana-sini.
            Aku masih punya tugas mengkhatamkan Al Qur’an hanya tinggal beberapa surat lagi. Tenyata aku bisa mengkhatamkan Qur’an dalam sebulan dua kali. Ini bagiku suatu torehan prestasi tersendiri. Ternyata kalau diniati dengan sunggguh-sunggguh sepertinya aku bisa melakukannya. Alhamdulillah tadi siang aku bisa mengkhatamkannya. Dari tangggal 1 Ramadhan sampai tangggal 24 Ramadhan bisa khatam 2 X. Berarti kalau dibagi 2 hasilnya 12 hari. Jadi  kalau diniati dengan sungguh-sunggguh dalam 12 hari sebenarnya aku bisa khatam 1 kali. Ini hanya bisa terjadi di Bulan Ramdhan. Alhamdulillah.
            Siang ini masih banyak PR yang harus aku kerjakan. Selama ziarah Wali Songo aku harus membuat tulisan tentang Wali Songo. Sampai siang hari  ini masih menyisakan 4 sampai 5 tulisan lagi tentang ziarah. Aku ingin menyelesaikannya agar apa yang aku ingat tentang ziarah selama 6 hari itu ada bekasnya. Setidaknya aku punya tulisan yang bisa dibaca ketika entah suatu kapan aku ingin mengulanginya lagi. Setiap apa yang aku lakukan akan bermakna jika dibuat dalam bentuk tulisan. Ini agar bisa juga dibaca oleh orang lain tak hanya diriku.
            Masih dalam satu hari ini ada pula kejadian menarik yang akan aku tuliskan. Tadi siang aku akan menyelesiakan tulisan tentang Raden Ayu Siti Khotijah-Pamecutan-Bali. Ruangan tempatku menulis ini bau semerbak mewangi. Kalau diingat-ingat sepertinya bau bunga kenanga. Bunga yang memang sangat aku sukai wanginya. Aku berhenti sejenak mengetik memastikan apakah bau ini berasal dari orang lain yang ada didalam rumah ini. Setelah aku perhatikan tidak ada yang menggunakan minyak wangi beraroma bunga kenanga. Lalu aku berfikir. Aku baru ingat dengan apa yang sedang aku tulis. Orang yang telah menorehkan sejarah yang telah mengharumkan semerbak wangi sejagad Bali. Ya…beliau adalah Raden Ayu Siti Khotijah. Barulah aku hentikan sebentar ngetiknya untuk hadoroh pada beliau. Kupanjatkan surat Al Fatihah semoga arwah beliau diterima disisi-Nya. Amien.
            Kejadian-kejadian yang seperti ini memang suka aku alami. Barangkali anda tak akan percaya, namun demikianlah apa yang terjadi. Aku suka lalai dengan tak memberikan hadiah Al Fatihah dahulu sebelumnya kalau menulis tentang sejarah seseorang. Kalau sudah diberi hadiah Al Fatihah nulispun jadi enak. Ini harus diingat kalau aku menulis tokoh-tokoh yang memang benar-benar adanya. Percaya atau tidak mereka ini suka datang manakala  aku tuliskan sesuatu tentang dirinya.
            Sekedar  mengingatkan saja Raden Ayu Siti Khotijah ini adalah anak seorang raja dari Pamecutan-Bali. Beliau dipinang oleh Pengeran dari Madura yaitu Cakraningrat IV. Setelah menikah Rd. Ayu Siti Khotijah dibawa sang suami ke P. Madura dimana asal sang suami. Raden Ayu pun akhirnya berpindah agama memeluk Islam.
            Setelah sekian lama berada di P. Madura ada keinginan Sang Putri untuk menemui ayahandanya Raja Pamecutan di Bali. Maka diiringi 40 orang dari Madura sang Putri kembali ke P. Bali menemui sang Ayahanda.
            Di P. Bali waktu itu bertepatan dengan adanya upacara ngaben yaitu prosesi pembakaran jenazah bagi penganut hindu. Sang Putri yang sudah memeluk Islam akan melaksanakan sholat maghrib. Disinilah terjadinya  kesalahpahaman. Dikiranya Sang Putri akan melakukan ritual leak yang oleh masyarakat Bali dilarang. Kejadian ini dilihat oleh Sang Patih. Patih lalu melaporkan pada Sang Raja apa yang barusan ia lihat. Raja marah dan mempercayai begitu saja laporan Sang Patih. Lalu timbulah titah Sana Raja pada patih agar menghukum mati Raden Ayu Siti Khotijah.
            Sang Putri lalu dibawa ke hutan oleh pengawal raja. Putri sudah tahu kalau dirinya akan dieksekusi mati. Maka Sang Putri berkata pada patihnya dan para pengawal:
            “Saya mengetahui maksud dan tujuan saya dibawa kemari”
            “Jika akan melaksanakan titah Sang Raja maka lakukanlah!”
            “Tapi harus kalian ketahui!”
            “Senjata apapun tak akan mempan melukai saya”
            “Tapi pakailah ini!”
Sang Putri lalu memberikan tusuk konde emas yang terbalut daun sirih senjata pemberian sang Suami. Senjata inilah yang sedianya menjaga Sang Putri selama ia berada di P. Bali.
            “Tapi ingat!”
            “Kalau nanti tubuh saya bau harum”
            “Berarti apa yang kamu sangkakan terhadap saya salah dan saya minta dikuburkan disini”
            “Namun kalau nanti tubuh saya bau busuk berarti apa yang kamu sangkakan terhadap saya benar dan tubuh saya boleh dikubur dimana saja”
            Patih yang mendapat amanat lalu melaksanakan amanat raja Pamecutan. Eksesukipun dilaksanakan dan kejadian ajaib pun terjadi. Sekeliling hutan yang dijadikan tempat eskekusi Sang Putri dipenuhi kabut. Kabut yang bau semerbak dupa dan wangi-wangian  kembang.
            Apa yang dilihat Sang Patih lalu dilaporkan pada Sang Raja. Mendengarkan laporan itu sang rajapun menyesal bukan main. Putri kesayangannya tewas dieksesusi oleh perintahnya sendiri. Untuk menghormati jasa Sang Putri maka jenazahnya dimakamkan sesuai permintaan Sang Putri. Kepala Pengawal kerajaan yang diberi tugas untuk merawat makam sampai anak keturunannya. Jadilah kini makam Raden Ayu Siti Khotijah selain diziarahi umat muslim namun juga umat hindu.
            Cerita itulah yang tadi sempat menghentikan aku mengetik. Bau harum menyeruak ditempatku menulis cerita beliau. Semoga Allah membalas semua almal bakti yang telah Sang Putri lakukan.
            Makanya aku kalau melulis hal-hal yang nyata seperti ini harus sebelumnya memberikan hadoroh. Setidaknya dengan membaca Surat Al Fatihah jasad yang bersangkutan akan tenang di alam baka. Semoga Allah memberikan nikmat kubur pada yang bersangkutan.
                                                                        ***
            Semerbak harum bunga di siang hari sunggguh menggugah kenanganku akan tempat-tempat yang bersejarah. Kalau aku tidak ziarah kubur sepertinya jarang kejadian yang seperti itu aku alami. Hal-hal yang diluar logika namun memang apa adanya.
            Kalaulah aku hidup pada zamannya atau setidaknya pernah menyaksikan apa yang ada didalam jaman orang-orang sholeh tadi tentu akan banyak sekali yang dapat aku tulis. Masih beruntung aku suka diperlihatkan walau hanya diingatkan dengan semerbak harum bunga di siang hari. Aku malah pernah dibawa-bawa ziarah sebelum aku pernah ziarah Wali Songo.Aku ingat ketika aku tahu beberapa tempat yang aku pernah datangi ketika ziarah di Sunan Bonang dan di Sunan Ampel. Ada beberapa tempat yang sepertinya pernah aku datangi. Pas aku ziarah ternyata tempat-tempat itu memang apa adanya. Subhanallah! Ini persis sama dengan apa yang aku lihat sebelumnya, hanya waktu itu aku belum tahu dimana-dimananya.
            Itulah kejadian yang tidak semua orang pernah mengalaminya. Beruntung sekali aku bisa diperlihatkan pada hal-hal yang demikian. Ini suatu anugrah bagi diriku.
            Menjelang beberapa hari lagi Idul Fitri dan kebetulan sekolah sudah mulai libur maka kesempatan seperti ini akan aku gunakan untuk terus menulis. Waktunya sangat pas sekali. Menulis dikala aku sedang berpuasa akan memberikan jangkauan yang lebih luas lagi. Aku bisa menerawang lebih jauh lagi. Penerawangan yang tentunya dibantu oleh kekuatan besar yang aku sendiri tak sanggup kalau tidak dibantunya. Mudah-mudahan apa yang aku tulis ini bisa memberikan manfaat dan  bisa diambil hikmahnya. Di bulan yang baik dan di bulan yang penuh hikmah ini kiranya kita selalu diingatkan untuk selalu berbuat baik dan berguna bagi nusa dan bangsa.
            Kuhentikan dulu mengetiknya karena ada undangan menghadiri matangpuluh meninggalnya tetangga sebelah. Di bulan yang baik ini pula aku doakan semoga semua amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT, amien.

                                                                                                           Cirebon, 12 Agustus 2012                                          
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar