Cerpen
SEMERBAK KENANGA
di
SIANG HARI
Oleh : Nurdin Kurniawan
Panas menyengat terasa sekali di
siang hari ini. Alhamdulillah selama
puasa belum seharipun hujan turun.
Cobaan yang berat terutama bagi anak-anak yang mulai mencoba belajar berpuasa.
Pak tani pun mulai blingsatan berusaha mencari-cari air. Bagi yang punya mesin
penyedot air barangkali tak masalah tapi bagi yang tak punya tentunya ini harus
kerja ekstra.
Ujian! Lebih tepat dikatakan
demikian. Untuk bisa dikatakan naik derajat kita harus mengalami yang namanya
ujian. Ujian selama di Bulan Ramadhan ini diantaranya menahan haus dan lapar.
Ujian bagi pak tani juga diantaranya ialah menghadapi kemarau yang cukup panjang.
Kekeringan mulai terlihat disana-sini.
Aku masih punya tugas mengkhatamkan
Al Qur’an hanya tinggal beberapa surat lagi. Tenyata aku bisa mengkhatamkan
Qur’an dalam sebulan dua kali. Ini bagiku suatu torehan prestasi tersendiri.
Ternyata kalau diniati dengan sunggguh-sunggguh sepertinya aku bisa melakukannya.
Alhamdulillah tadi siang aku bisa
mengkhatamkannya. Dari tangggal 1 Ramadhan sampai tangggal 24 Ramadhan bisa
khatam 2 X. Berarti kalau dibagi 2 hasilnya 12 hari. Jadi kalau diniati dengan sungguh-sunggguh dalam
12 hari sebenarnya aku bisa khatam 1 kali. Ini hanya bisa terjadi di Bulan
Ramdhan. Alhamdulillah.
Siang ini masih banyak PR yang harus
aku kerjakan. Selama ziarah Wali Songo aku harus membuat tulisan tentang Wali
Songo. Sampai siang hari ini masih menyisakan
4 sampai 5 tulisan lagi tentang ziarah. Aku ingin menyelesaikannya agar apa
yang aku ingat tentang ziarah selama 6 hari itu ada bekasnya. Setidaknya aku
punya tulisan yang bisa dibaca ketika entah suatu kapan aku ingin mengulanginya
lagi. Setiap apa yang aku lakukan akan bermakna jika dibuat dalam bentuk tulisan.
Ini agar bisa juga dibaca oleh orang lain tak hanya diriku.
Masih dalam satu hari ini ada pula
kejadian menarik yang akan aku tuliskan. Tadi siang aku akan menyelesiakan
tulisan tentang Raden Ayu Siti Khotijah-Pamecutan-Bali. Ruangan tempatku menulis
ini bau semerbak mewangi. Kalau diingat-ingat sepertinya bau bunga kenanga.
Bunga yang memang sangat aku sukai wanginya. Aku berhenti sejenak mengetik
memastikan apakah bau ini berasal dari orang lain yang ada didalam rumah ini.
Setelah aku perhatikan tidak ada yang menggunakan minyak wangi beraroma bunga
kenanga. Lalu aku berfikir. Aku baru ingat dengan apa yang sedang aku tulis.
Orang yang telah menorehkan sejarah yang telah mengharumkan semerbak wangi
sejagad Bali. Ya…beliau adalah Raden Ayu Siti Khotijah. Barulah aku hentikan
sebentar ngetiknya untuk hadoroh pada beliau. Kupanjatkan surat Al Fatihah semoga
arwah beliau diterima disisi-Nya. Amien.
Kejadian-kejadian yang seperti ini
memang suka aku alami. Barangkali anda tak akan percaya, namun demikianlah apa
yang terjadi. Aku suka lalai dengan tak memberikan hadiah Al Fatihah dahulu
sebelumnya kalau menulis tentang sejarah seseorang. Kalau sudah diberi hadiah
Al Fatihah nulispun jadi enak. Ini harus diingat kalau aku menulis tokoh-tokoh
yang memang benar-benar adanya. Percaya atau tidak mereka ini suka datang
manakala aku tuliskan sesuatu tentang
dirinya.
Sekedar mengingatkan saja Raden Ayu Siti Khotijah ini
adalah anak seorang raja dari Pamecutan-Bali. Beliau dipinang oleh Pengeran
dari Madura yaitu Cakraningrat IV. Setelah menikah Rd. Ayu Siti Khotijah dibawa
sang suami ke P. Madura dimana asal sang suami. Raden Ayu pun akhirnya
berpindah agama memeluk Islam.
Setelah sekian lama berada di P.
Madura ada keinginan Sang Putri untuk menemui ayahandanya Raja Pamecutan di
Bali. Maka diiringi 40 orang dari Madura sang Putri kembali ke P. Bali menemui
sang Ayahanda.
Di P. Bali waktu itu bertepatan
dengan adanya upacara ngaben yaitu prosesi pembakaran jenazah bagi penganut
hindu. Sang Putri yang sudah memeluk Islam akan melaksanakan sholat maghrib.
Disinilah terjadinya kesalahpahaman.
Dikiranya Sang Putri akan melakukan ritual leak yang oleh masyarakat Bali
dilarang. Kejadian ini dilihat oleh Sang Patih. Patih lalu melaporkan pada Sang
Raja apa yang barusan ia lihat. Raja marah dan mempercayai begitu saja laporan Sang
Patih. Lalu timbulah titah Sana Raja pada patih agar menghukum mati Raden Ayu
Siti Khotijah.
Sang Putri lalu dibawa ke hutan oleh
pengawal raja. Putri sudah tahu kalau dirinya akan dieksekusi mati. Maka Sang Putri
berkata pada patihnya dan para pengawal:
“Saya mengetahui maksud dan tujuan
saya dibawa kemari”
“Jika akan melaksanakan titah Sang Raja
maka lakukanlah!”
“Tapi harus kalian ketahui!”
“Senjata apapun tak akan mempan
melukai saya”
“Tapi pakailah ini!”
Sang Putri lalu memberikan
tusuk konde emas yang terbalut daun sirih senjata pemberian sang Suami. Senjata
inilah yang sedianya menjaga Sang Putri selama ia berada di P. Bali.
“Tapi ingat!”
“Kalau nanti tubuh saya bau harum”
“Berarti apa yang kamu sangkakan terhadap
saya salah dan saya minta dikuburkan disini”
“Namun kalau nanti tubuh saya bau
busuk berarti apa yang kamu sangkakan terhadap saya benar dan tubuh saya boleh
dikubur dimana saja”
Patih yang mendapat amanat lalu
melaksanakan amanat raja Pamecutan. Eksesukipun dilaksanakan dan kejadian ajaib
pun terjadi. Sekeliling hutan yang dijadikan tempat eskekusi Sang Putri
dipenuhi kabut. Kabut yang bau semerbak dupa dan wangi-wangian kembang.
Apa yang dilihat Sang Patih lalu dilaporkan
pada Sang Raja. Mendengarkan laporan itu sang rajapun menyesal bukan main.
Putri kesayangannya tewas dieksesusi oleh perintahnya sendiri. Untuk
menghormati jasa Sang Putri maka jenazahnya dimakamkan sesuai permintaan Sang
Putri. Kepala Pengawal kerajaan yang diberi tugas untuk merawat makam sampai
anak keturunannya. Jadilah kini makam Raden Ayu Siti Khotijah selain diziarahi
umat muslim namun juga umat hindu.
Cerita itulah yang tadi sempat
menghentikan aku mengetik. Bau harum menyeruak ditempatku menulis cerita
beliau. Semoga Allah membalas semua almal bakti yang telah Sang Putri lakukan.
Makanya aku kalau melulis hal-hal yang
nyata seperti ini harus sebelumnya memberikan hadoroh. Setidaknya dengan membaca
Surat Al Fatihah jasad yang bersangkutan akan tenang di alam baka. Semoga Allah
memberikan nikmat kubur pada yang bersangkutan.
***
Semerbak harum bunga di siang hari
sunggguh menggugah kenanganku akan tempat-tempat yang bersejarah. Kalau aku
tidak ziarah kubur sepertinya jarang kejadian yang seperti itu aku alami.
Hal-hal yang diluar logika namun memang apa adanya.
Kalaulah aku hidup pada zamannya
atau setidaknya pernah menyaksikan apa yang ada didalam jaman orang-orang
sholeh tadi tentu akan banyak sekali yang dapat aku tulis. Masih beruntung aku
suka diperlihatkan walau hanya diingatkan dengan semerbak harum bunga di siang
hari. Aku malah pernah dibawa-bawa ziarah sebelum aku pernah ziarah Wali
Songo.Aku ingat ketika aku tahu beberapa tempat yang aku pernah datangi ketika
ziarah di Sunan Bonang dan di Sunan Ampel. Ada beberapa tempat yang sepertinya
pernah aku datangi. Pas aku ziarah ternyata tempat-tempat itu memang apa
adanya. Subhanallah! Ini persis sama
dengan apa yang aku lihat sebelumnya, hanya waktu itu aku belum tahu dimana-dimananya.
Itulah kejadian yang tidak semua
orang pernah mengalaminya. Beruntung sekali aku bisa diperlihatkan pada hal-hal
yang demikian. Ini suatu anugrah bagi diriku.
Menjelang beberapa hari lagi Idul
Fitri dan kebetulan sekolah sudah mulai libur maka kesempatan seperti ini akan
aku gunakan untuk terus menulis. Waktunya sangat pas sekali. Menulis dikala aku
sedang berpuasa akan memberikan jangkauan yang lebih luas lagi. Aku bisa
menerawang lebih jauh lagi. Penerawangan yang tentunya dibantu oleh kekuatan
besar yang aku sendiri tak sanggup kalau tidak dibantunya. Mudah-mudahan apa
yang aku tulis ini bisa memberikan manfaat dan bisa diambil hikmahnya. Di bulan yang baik dan
di bulan yang penuh hikmah ini kiranya kita selalu diingatkan untuk selalu
berbuat baik dan berguna bagi nusa dan bangsa.
Kuhentikan dulu mengetiknya karena
ada undangan menghadiri matangpuluh meninggalnya
tetangga sebelah. Di bulan yang baik ini pula aku doakan semoga semua amal
ibadahnya diterima oleh Allah SWT, amien.
Cirebon, 12 Agustus 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar