Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Selasa, 25 Juni 2019

DUDA SEMENTARA (Cerpen)


Cerpen
DUDA SEMENTARA
Oleh:  Nurdin Kurniawan

            Malam dingin di musim angin kumbang seperti ini tentu sangat terasa menggigil menusuk tulang. Hamid dibangunkan sang istri untuk mengantar ke terminal . Malam ini juga sang  istri akan berangkat mengikuti penataran di Semarang. Walau mata terasa sepet  terpaksa bangun juga. Dengan jalan yang masih diawang-awang pergi ke kamar mandi cuci muka agar badan terasa segar kembali.
            “Sudah jam 23.00 siap-siap berangkat”
Dilihat memang pukukl 23.00 kurang sedikit. Dilihat beberapa koper besar sudah dipersiapkan sang istri. Ganti pakaian sebentar lalu siap mengantar istri ke terminal.
            Sudah banyak juga ibu-ibu guru dan bapak-bapak guru yang akan ke Semarang. Suatu kegiatan yang dinamakan PLPG. Konon kalau sudah lulus dari kegiatan yang namanya PLPG yang bersangkutan akan diikutsertakan dalam sertifikasi. Ituloh… yang katanya bisa mengubah nasib guru. Kalau belum sertifikasi masih seperti jamannya Oemar Bakrie kerja identik dengan mengabdi melulu pada negara tanpa ada perbaikan yang berarti. Kalau begitu sertifikasi akan mengubah segala-segalanya? Kata orang-orang memang seperti itu deh…!
            Koper-koper besar menunggu dipinggir jalan. Koper-koper itu miliknya pada guru yang akan ikut sertifikasi. Sudah bisa dibayangkan 10 hari di kota orang tentu harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik. Membawa keperluan untuk 10 hari kedepan. Entah apa isinya yang jelas bawaannya banyak-banyak. Kalau untuk ukuran orang yang menunaikan ibadah haji sepertinya koper-koper itu over kapasitas. Tapi berhubung tidak ditimbang dahulu maka sah-sah saja membawa barang dengan jumlah banyak juga. Bahkan kalau tidak dapat tempat duduk itu koper  bisa merangkap sebagai tempat duduk.
            Pantura dikeheningan  malam hari. Bus-bus malam yang datang dan pergi sih berganti. Satu per satu bus-bus itu diperhatikan dengan baik.  Bus malam memang luar biasa kecepatannya. Malam minggu seperti saat ini bus-bus pariwisata mendominasi padatnya lintas pantura. Penantian yang cukup lama akhirnya terbalas sudah. Bus yang ditunggu akhirnya datang juga. Ada 3 bus yang dicarter pihak panitia untuk memberangkatkan guru-guru yang akan mengikuti PLPG di Semarang. Dua bus untuk guru-guru TK sedangkan satu bus untuk guru SD. Kali ini yang mengikuti PLPG banyaknya dari guru-guru TK. Barang-barang bawaan yang jumlahnya cukup banyak menyita bagian tempat tersendiri. Bahkan ada peserta yang tidak kebagian tempat duduk karena ditempati koper-koper besar. Panitia  juga menyediakan mini bus untuk yang tidak kebagian tempat duduk di bus utama. Bus untuk guru-guru TK memang beda tujuannya dengan guru-guru SD. Guru SD mengambil tempat di Semarang sementara PLPG guru-guru  TK di Ungaran.  Karena beda lokasi ini membuat bus untuk guru-guru TK yang masih kosong tidak bisa diisi oleh peserta dari guru-guru SD. Untungnya panitia masih menyediakan mini bus bagi mereka yang tidak kebagian tempat duduk.
            “Di belakang masih ada mini bus”
            “Yang tidak kebagian tempat duduk pindah saja di bus belakang”
Ada beberapa peserta yang harus mengisi bus yang ada di belakang. Memang bus yang satu ini berasal dari travel dan tentu kapasitas tempat duduknya lebih sedikit dibanding dengan yang ada di depan. Romboganpun akhirnya berangkat menuju Semarang dan Ungaran. Hamid hanya bisa menyaksikan sang istri berangkat dari kejauhan. Ciuman  tangan masih terasa hangat tanda pelepasan sang istri yang akan  berjuang mengikuti PLPG. Dalam hatinya berdoa agar sang istri bisa mengikuti semua kegiatan, diberikan kesehatan dan lulus diakhir kegiatan, amien.
                                                                        ***
            Duda sementara itulah status yang disandang Hamid sementara waktu. Di kantor teman-temannya mengolok-olok demikian. Tak apalah sementara waktu ini! Hamid tidak bisa membayangkan mereka yang ditinggal sang istri bertahun-tahun kerja di Arab. Ini hanya untuk 10 hari saja terasa lama bukan main. Hamid masih ingat ucapan sang istri agar menjaga anak-anak, urusan ini dan itu anak-anaknya yang 3 harus diperhatikan dengan baik. Kalau ada sang istri tentu saja tak serepot seperti sekarang. Makanya bagi-bagi tugas itu sangat penting. Ketika hanya satu saja yang bekerja seperti sekarang ini urusan rumah seperti sesuatu yang terasa sangat berat. Demi pengorbanan buat keluarga apapun namanya tak apalah walau teman-teman mengolok-olok menjadi duda sementara. Harus menerima!  Terima sajalah    tokh buat  kebaikan semua.
            Dilihat beberapa daftar yang harus dipelajari. Ada jadwal pelajaran anak-anaknya yang harus diikuti selama sang istri pergi. Anak-anak haru mengikuti les, ada kegiatan ekstrakurikulur yang harus diikuti pada hari-hari tertentu. Setiap berangkat si anak harus dikasih uang jajan berapa, uang buat mobil umum berapa. Pokoknya ditulis rinci agar sang suami jangan sampai lupa. Panjang juga daftar yang harus dibaca dan dipelajari. Mudah-mudahan apa yang sudah dirinci panjang lebar itu bisa diikuti dan  anak-anak seperti biasa  mengikuti acara tanpa terganggu sedikitpun.
            Baru sehari sudah terasa lumayan juga apa yang ditulis sang istri . Jadwal kegiatan anak-anak sehari-hari dan  berapa-berapa  uang yang harus dikeluarkan buat anak-anak naik angkutan umum dan uang jajannya. Terasa sekali peran istri yang begitu besar. Tidak bisa membayangkan tanpa istri berlama-lama. Baru sehari saja sudah terasa kasihan pada anak-anak. Belum lagi si bungsu yang baru 4 tahun. Sesekali menanyakan kapan ibunya pulang.
            “Yah jemput mamah pulang yu!”
Disangkanya pergi hanya semalam saja. Walau dijelaskan suasana kota Semarang itu jauh  tak akan berpengaruh banyak sebab si kecil belum tahu Semarang sebelumnya.
            “Nanti malam mamah pulang ya Yah?”
Hamid hanya menganggukkan kepala menyatakan iya  kalau mamahnya akan pulang nanti malam. Anggukkannya teras berat hanya untuk menenangkan si buah hati agar jangan banyak bertanya tentang sang mamah. Kalau sering-sering bertanya tentu akan kasihan juga untuk anak seusia dia.
            Idep tak banyak macam-macam seperti itulah yang diharapkan Hamid melihat ketiga anaknya. Jangan ada penyakit yang datang. Melihat si bungsu ingusan saja sudah was-was sebab biasanya akan merembet ke hal-hal yang lain. Semoga saja anak-anak sehat semua  seperti yang diharapkan bersama. Masih 9 hari lagi…., penantian yang  sangat panjang!
                                                                        ***
            Malam terasa hening walau bintang-bintang tanpak genit mengedipkan mata. Hamid tak terusik dengan itu semua. Terlalu luas memandang cakrawala di malam hari. Kerlipan bintang tak mempengaruhi pikirannya yang tetap fokus pada apa yang harus dikerjakan hari ini.
            Bila dipikirkan ternyata terlalu lama sekali penantian guru-guru yang ingin dipangggil mengikuti PLPG. Masih ratusan bahkan ribuan yang belum sertifikasi. Kalau ternyata penantian itu datang tentu suatu hal yang sangat menggembirakan. Penantian itu akhirnya ada juga batasnya. Wajar jikalau banyak yang meresponnya dengan sangat senang. Itu artinya bakal ada harapan yang indah di depan mata. Ya… sertifikasi yang akan merubah tingkat kesejahteraan. Merubah dari keterpurukan ekonomi menjadi kelapangan rejeki. Sebab yang ada sekarang ini hanya menggali dan menggali terus tanpa ada  celah untuk menutupnya. Habis gaji hanya tinggal sederet angka yang tak berarti. Ya.., angkanya sih banyak seperti Geooooooooooogle tapi begitu amplopnya dibuka hanya lembaranm-lenbaran kertas dengan angka-angka yang juga menggeliat menubruk setiap apa saja yang ada di struk utama. Potongan ini dan itu, tagihan ini dan itu…, masih ada bahkan yang belum tercatat! Wow…beginilah gaji Oemar Bakri?
            Duda sementara akan dilakoni Hamid untuk beberapa hari kedepan. Hamid hanya sesekali mengingat hari dimana sang istri berangkat. Mudah-mudahan jangan terlalu lama. Ia tak bisa membayangkan bagaimana dengan nasib laki-laki di negeri ini yang istrinya kerja di Arab, di Kwait, di Qatar, dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Wow… sungguh kesabaran yang diluar kewajaran kalau ada laki-laki yang bertahan!
            Didekapnya si bungsu yang masih kecil. Tidurlah yang pulas anakku jangan pikirkan yang lain.  Mimpilah yang indah bertemu mamah di alam mimpi. Ditatapnya satu per satu anak-anak yang sudah pada tidur. Terasa baru kemarin anak-anak itu dipangkuan dininabobokan. Kini tak terasa sudah pada besar. Tersenyum melihat sang buah hati tidur di ruang tengah sementara tv lokal sudah tak ada gambarnya.  Menantikan malam yang masih sangat panjang. Menanti kehadiran sang istri tercinta kumpul kembali bersama keluarga. Selamat berjuang  meraih   apa yang dicita-citakan     mengubah nasib yang masih seperti ini-ini saja. Meraih kesejahteraan yang selalu diidam-idamkankan. Selamat berjuang Laskar Oemar Bakrie!

                                                                                                               Cirebon, 8 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar