Cerpen
DUDA SEMENTARA
Oleh:
Nurdin Kurniawan
Malam dingin di musim angin kumbang
seperti ini tentu sangat terasa menggigil menusuk tulang. Hamid dibangunkan
sang istri untuk mengantar ke terminal . Malam ini juga sang istri akan berangkat mengikuti penataran di Semarang.
Walau mata terasa sepet terpaksa bangun
juga. Dengan jalan yang masih diawang-awang pergi ke kamar mandi cuci muka agar
badan terasa segar kembali.
“Sudah jam 23.00 siap-siap
berangkat”
Dilihat memang
pukukl 23.00 kurang sedikit. Dilihat beberapa koper besar sudah dipersiapkan
sang istri. Ganti pakaian sebentar lalu siap mengantar istri ke terminal.
Sudah banyak juga ibu-ibu guru dan
bapak-bapak guru yang akan ke Semarang. Suatu kegiatan yang dinamakan PLPG.
Konon kalau sudah lulus dari kegiatan yang namanya PLPG yang bersangkutan akan
diikutsertakan dalam sertifikasi. Ituloh… yang katanya bisa mengubah nasib
guru. Kalau belum sertifikasi masih seperti jamannya Oemar Bakrie kerja identik dengan mengabdi melulu pada negara tanpa
ada perbaikan yang berarti. Kalau begitu sertifikasi akan mengubah
segala-segalanya? Kata orang-orang memang seperti itu deh…!
Koper-koper besar menunggu dipinggir
jalan. Koper-koper itu miliknya pada guru yang akan ikut sertifikasi. Sudah
bisa dibayangkan 10 hari di kota orang tentu harus mempersiapkan segala
sesuatunya dengan baik. Membawa keperluan untuk 10 hari kedepan. Entah apa
isinya yang jelas bawaannya banyak-banyak. Kalau untuk ukuran orang yang
menunaikan ibadah haji sepertinya koper-koper itu over kapasitas. Tapi berhubung tidak ditimbang dahulu maka sah-sah
saja membawa barang dengan jumlah banyak juga. Bahkan kalau tidak dapat tempat
duduk itu koper bisa merangkap sebagai
tempat duduk.
Pantura dikeheningan malam hari. Bus-bus malam yang datang dan
pergi sih berganti. Satu per satu bus-bus itu diperhatikan dengan baik. Bus malam memang luar biasa kecepatannya.
Malam minggu seperti saat ini bus-bus pariwisata mendominasi padatnya lintas
pantura. Penantian yang cukup lama akhirnya terbalas sudah. Bus yang ditunggu
akhirnya datang juga. Ada 3 bus yang dicarter
pihak panitia untuk memberangkatkan guru-guru yang akan mengikuti PLPG di
Semarang. Dua bus untuk guru-guru TK sedangkan satu bus untuk guru SD. Kali ini
yang mengikuti PLPG banyaknya dari guru-guru TK. Barang-barang bawaan yang
jumlahnya cukup banyak menyita bagian tempat tersendiri. Bahkan ada peserta
yang tidak kebagian tempat duduk karena ditempati koper-koper besar.
Panitia juga menyediakan mini bus untuk
yang tidak kebagian tempat duduk di bus utama. Bus untuk guru-guru TK memang
beda tujuannya dengan guru-guru SD. Guru SD mengambil tempat di Semarang
sementara PLPG guru-guru TK di
Ungaran. Karena beda lokasi ini membuat
bus untuk guru-guru TK yang masih kosong tidak bisa diisi oleh peserta dari
guru-guru SD. Untungnya panitia masih menyediakan mini bus bagi mereka yang
tidak kebagian tempat duduk.
“Di belakang masih ada mini bus”
“Yang tidak kebagian tempat duduk pindah
saja di bus belakang”
Ada beberapa
peserta yang harus mengisi bus yang ada di belakang. Memang bus yang satu ini
berasal dari travel dan tentu kapasitas tempat duduknya lebih sedikit dibanding
dengan yang ada di depan. Romboganpun akhirnya berangkat menuju Semarang dan
Ungaran. Hamid hanya bisa menyaksikan sang istri berangkat dari kejauhan.
Ciuman tangan masih terasa hangat tanda
pelepasan sang istri yang akan berjuang
mengikuti PLPG. Dalam hatinya berdoa agar sang istri bisa mengikuti semua
kegiatan, diberikan kesehatan dan lulus diakhir kegiatan, amien.
***
Duda sementara itulah status yang
disandang Hamid sementara waktu. Di kantor teman-temannya mengolok-olok
demikian. Tak apalah sementara waktu ini! Hamid tidak bisa membayangkan mereka
yang ditinggal sang istri bertahun-tahun kerja di Arab. Ini hanya untuk 10 hari
saja terasa lama bukan main. Hamid masih ingat ucapan sang istri agar menjaga
anak-anak, urusan ini dan itu anak-anaknya yang 3 harus diperhatikan dengan
baik. Kalau ada sang istri tentu saja tak serepot seperti sekarang. Makanya bagi-bagi
tugas itu sangat penting. Ketika hanya satu saja yang bekerja seperti sekarang
ini urusan rumah seperti sesuatu yang terasa sangat berat. Demi pengorbanan buat
keluarga apapun namanya tak apalah walau teman-teman mengolok-olok menjadi duda
sementara. Harus menerima! Terima sajalah tokh buat
kebaikan semua.
Dilihat beberapa daftar yang harus
dipelajari. Ada jadwal pelajaran anak-anaknya yang harus diikuti selama sang
istri pergi. Anak-anak haru mengikuti les, ada kegiatan ekstrakurikulur yang
harus diikuti pada hari-hari tertentu. Setiap berangkat si anak harus dikasih
uang jajan berapa, uang buat mobil umum berapa. Pokoknya ditulis rinci agar sang
suami jangan sampai lupa. Panjang juga daftar yang harus dibaca dan dipelajari.
Mudah-mudahan apa yang sudah dirinci panjang lebar itu bisa diikuti dan anak-anak seperti biasa mengikuti acara tanpa terganggu sedikitpun.
Baru sehari sudah terasa lumayan
juga apa yang ditulis sang istri . Jadwal kegiatan anak-anak sehari-hari dan berapa-berapa uang yang harus dikeluarkan buat anak-anak
naik angkutan umum dan uang jajannya. Terasa sekali peran istri yang begitu
besar. Tidak bisa membayangkan tanpa istri berlama-lama. Baru sehari saja sudah
terasa kasihan pada anak-anak. Belum lagi si bungsu yang baru 4 tahun. Sesekali
menanyakan kapan ibunya pulang.
“Yah jemput mamah pulang yu!”
Disangkanya
pergi hanya semalam saja. Walau dijelaskan suasana kota Semarang itu jauh tak akan berpengaruh banyak sebab si kecil belum
tahu Semarang sebelumnya.
“Nanti malam mamah pulang ya Yah?”
Hamid hanya
menganggukkan kepala menyatakan iya
kalau mamahnya akan pulang nanti malam. Anggukkannya teras berat hanya
untuk menenangkan si buah hati agar jangan banyak bertanya tentang sang mamah.
Kalau sering-sering bertanya tentu akan kasihan juga untuk anak seusia dia.
Idep tak banyak macam-macam seperti
itulah yang diharapkan Hamid melihat ketiga anaknya. Jangan ada penyakit yang
datang. Melihat si bungsu ingusan saja sudah was-was sebab biasanya akan
merembet ke hal-hal yang lain. Semoga saja anak-anak sehat semua seperti yang diharapkan bersama. Masih 9 hari
lagi…., penantian yang sangat panjang!
***
Malam terasa hening walau
bintang-bintang tanpak genit mengedipkan mata. Hamid tak terusik dengan itu
semua. Terlalu luas memandang cakrawala di malam hari. Kerlipan bintang tak mempengaruhi
pikirannya yang tetap fokus pada apa yang harus dikerjakan hari ini.
Bila dipikirkan ternyata terlalu
lama sekali penantian guru-guru yang ingin dipangggil mengikuti PLPG. Masih
ratusan bahkan ribuan yang belum sertifikasi. Kalau ternyata penantian itu datang
tentu suatu hal yang sangat menggembirakan. Penantian itu akhirnya ada juga
batasnya. Wajar jikalau banyak yang meresponnya dengan sangat senang. Itu
artinya bakal ada harapan yang indah di depan mata. Ya… sertifikasi yang akan
merubah tingkat kesejahteraan. Merubah dari keterpurukan ekonomi menjadi
kelapangan rejeki. Sebab yang ada sekarang ini hanya menggali dan menggali
terus tanpa ada celah untuk menutupnya.
Habis gaji hanya tinggal sederet angka yang tak berarti. Ya.., angkanya sih banyak
seperti Geooooooooooogle tapi begitu amplopnya dibuka hanya lembaranm-lenbaran
kertas dengan angka-angka yang juga menggeliat menubruk setiap apa saja yang
ada di struk utama. Potongan ini dan itu, tagihan ini dan itu…, masih ada
bahkan yang belum tercatat! Wow…beginilah gaji Oemar Bakri?
Duda sementara akan dilakoni Hamid
untuk beberapa hari kedepan. Hamid hanya sesekali mengingat hari dimana sang
istri berangkat. Mudah-mudahan jangan terlalu lama. Ia tak bisa membayangkan
bagaimana dengan nasib laki-laki di negeri ini yang istrinya kerja di Arab, di
Kwait, di Qatar, dan negara-negara Timur Tengah lainnya. Wow… sungguh kesabaran
yang diluar kewajaran kalau ada laki-laki yang bertahan!
Didekapnya si bungsu yang masih
kecil. Tidurlah yang pulas anakku jangan pikirkan yang lain. Mimpilah yang indah bertemu mamah di alam
mimpi. Ditatapnya satu per satu anak-anak yang sudah pada tidur. Terasa baru
kemarin anak-anak itu dipangkuan dininabobokan. Kini tak terasa sudah pada
besar. Tersenyum melihat sang buah hati tidur di ruang tengah sementara tv lokal
sudah tak ada gambarnya. Menantikan malam
yang masih sangat panjang. Menanti kehadiran sang istri tercinta kumpul kembali
bersama keluarga. Selamat berjuang meraih
apa yang dicita-citakan mengubah nasib yang masih seperti ini-ini
saja. Meraih kesejahteraan yang selalu diidam-idamkankan. Selamat berjuang Laskar Oemar Bakrie!
Cirebon, 8 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar