ARTIKEL
CIREBON PENGHASIL GULA TINGGAL CERITA
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)
Melewati jalan depan Pabrik Gula
Tersana Baru di Bulan Mei ini seperti memasuki sebuah lorong panjang. Di
kanan-kirinya dipenuhi dengan pedagang kaki lima yang menjual aneka makanan dan
minuman serta berbagai macam kebutuhan sehari-hari. Keramaian seperti ini hanya
dijumpai menjelang ritual tahunan yang bernama pesta giling atau masyarakat
Babakan menyebutnya dengan bancakan.
Di beberapa pabrik gula yang ada di Kabupaten
Cirebon pesta giling sudah terasa ‘redup’. Kabupaten Cirebon yang dahulu
memiliki beberapa pabrik gula kini hanya satu yang masih beroperasi yaitu PG.
Tersana Baru. Beberapa pabrik gula bahkan yang terakhir PG. Sindanglaut juga dinyatakan tidak beroperasi lagi. Jauh
sebelumnya ada PG. Gempol, PG. Karangsuwung yang juga tidak beroperasi.
Prihatin mendengarkan berita yang
seperti ini. Ratusan karyawan PG. Sindang Laut berorasi menyatakan kecewa atas
penutupan PG. Sindanglaut. Kekecewaan jauh lebih dahulu juga dirasakan
oleh eks karyawan PG. Gempol dan PG.
Karangsuwung. Jawa Barat dalam hal ini Cirebon yang semasa penjajahan Belanda
(Hindia –Belanda) adalah satu produsen terbesar gula dunia yang waktu itu
mengalahkan dominasi Kuba.
Kini
Cirebon sebagai kota yang terkenal sebagai penghasil gula dunia hanya sebuah
cerita. Arena keramaian seperti pesta giling yang adapun seperti kehilangan ruhnya. Tidak seperti dulu lagi dimana
sepanjang jalan depan pabrik gula bahkan jauh lebih kearah utara dan selatan
dipenuhi oleh pedagang yang sedang mengais rejeki. Kini semuanya seperti terasa
hampa karenapembelipun sudah beralih ke pasar-pasar modern seperti mall-mall
yang lebih nyaman.
Penulis teringat kenangan ketika kecil yang hidup
dilingkungan pabrik gula. Betapa
terhormatnya orang yang bekerja di pabrik gula. Masyarakat begitu memandang
tinggi beberapa pejabat dilingkungan pabrik gula. Seolah seperti ada kelas di
lapisan masyarakat salah satunya memandang tinggi para pejabat dilingkungan
pabrik gula. Ada istilah impleye mereka
itulah yang menyandang sebagai karyawan setingkat direksi dan staf. Kedudukannya
yang terbilang tinggi maka kalangan ini memperoleh fasilitas dari perusahanan
dengan menempati perumahan .
Kala
itu perumahan di lingkungan pabrik gula adalah yang terbaik di jamannya. Disaat
perumahan yang lain belum ada listrik maka perumahan dilingkungan pabrik gula
sudah menikmati fasilitas listrik yang
berasal dari pabrik gula. Beberapa falisitas lainnya sudah bisa dinimati
seperti PAM disaat yang bersamaan masyarakat hanya mengandalkan air sumur.
Benda seperti televisi kala itu masih jarang dan yang memiliki tv pada waktu
itu diantaranya adalah para karyawan pabrik gula. Itulah gambaran di era 70-an
yang dirasakan penulis dengan melihat betapa terhormatnya orang yang bekerja di
pabrik gula.
Lain
dahulu lain pula dengan sekarang.
Mengamati dari beberapa media massa yang ada pabrik gula sekarang ini keluhannya
selalu rugi dan rugi saja yang dialami. Semua PG di bawah PG Rajawali 2 dari
tahun ke tahun mengalami kerugian miliaran rupiah, sehingga harus ada
pembenahan manajemen, pemangkasan biaya operasional dan penataan giling agar PG
bisa mendapatkan untung saat produksi. Untuk mencapai keuntungan, dalam satu
musim giling PG harus menyediakan bahan baku tebu minimal 5-6 juta ton tebu.
Pabrik
Gula Sindanglaut musim giling tahun lalu
hanya tersedia bahan baku 1,9 juta ton
sementara PG Tersana Baru 3 juta ton. Maka untuk memangkas kerugian, hanya
salahsatu dari PG yang dioperasikan, jika salahsatu ditutup maka diperkirakan
PG akan mendapatkan keuntungan sekitar Rp 40 miliar dalam musim giling tahun
ini. PG Sindanglaut memiliki kualitas produksi yang bagus tetapi lahan kurang,
sementara PG Tersana Baru produktivitasnya kurang tetapi memiliki lahan
produksi yang lebih besar. Hal seperti inilah yang kemudian membuat karyawan
PG. Sindanglaut seperti tak bisa menerima penutupan. Kenapa yang produksinya
bagus malah ditutup sementara yang priduksinya jauh lebih jelek malah dibiarkan
hidup?
Pabrik
gula yang sudah lama tidak beroperasi seperti PG. Gempol akan difungsikan lagi.
Namun kini tidak menghasilkan gula akan tetapi beralih fungsi untuk peternakan
ayam. Demikian pula dengan PG. Jatitujuh yang berada di Kabupaten Majalengka
yang juga kini beralih fungsi mengelola
sapi-sapi yang jauh sekali dari rasa manisnya tebu.
Tinggal
satu pabrik gula yang berada di Kabupaten Cirebon yaitu PG. Tersana Baru.
Pabrik yang dibangun pada tahun 1937 itu masih kokoh berdiri. Cerobong asapnya
yang menjulang tingggi bisa dilihat dari jarak 7 km. Pabrik gula yang semasa kolonial
Belanda dioperasikan oleh NV. Landbow Mij
Tersana. Setelah dinasionalisasikan pada awal kemerdekaan menjadi milik pemerintah
Republik Indonesia. Tahun 1968 semua pabrik gula yang ada di Jawa barat
diletakkan dibawah pengawasan PNP XIV yang berkedudukan di Cirebon. Tahun 1981 PNP XIV diubah menjadi PT Perkebunan (Persero) di bawah
Departemen Pertanian dan Departemen Keuangan, dengan nama PTP XIV (Persero).
Tahun 1993 PTP XIV (Persero) menjadi anak perusahaan PT.
Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Tahun 1997, nama
PTP XIV diubah menjadi PT PG Rajawali II.
Selain
PG. Tersana Baru beberapa pabrik gula juga dinasionalisasikan. Perusahaan-perusahaan
yang dinasionalisasikan tersebut di antaranya adalah pabrik-pabrik gula yang
berada di Keresidenan Cirebon meliputi Pabrik Gula (PG) Sindanglaut, PG Karangsuwung,
PG Kadipaten, PG Jatiwangi, dan PG Gempol. Seluruh pabrik tersebut
dinasionalisasikan pada 1958 berdasarkan Undang-Undang Nasionalisasi Perusahaan
milik Belanda No. 86 tanggal 31 Desember 1958. dan pada 31 Januari 1960
penguasaannya telah diserahkan oleh NV NHM dan NV NILM kepada Pusat Perkebunan
Negara Jawa Barat.
PG.
Tersana Baru kini menjadi satu-satunya icon
pabrik gula yang ada di Kabupaten Cirebon. Teman-teman seperjuangannya sudah
pada mati mendahului. Kegagahan bagunan pabrik gula kini mulai lapuk dimakan
usia. Lihat saja bagian depan pabrik gula yang berupa rumah dinas karyawan pabrik gula. Dahulu
jaman penulis masih kecil merupakan bangunan paling bagus dijamannya. Kokoh
berdiri dengan halaman yang luas dengan tiang bendera didepannya. Kini… seperti
tak pernah tesentuh renovasi. Ada beberapa bagian perumahan itu ambruk
dibiarkan saja tanpa ada perhatian. Mes karyawan di bagian selatan atau Karang
Anyar Selatan sudah diratakan dengan
tanah. Mes karyawan Karang Anyar Timur yang berdekatan dengan jalur rel kereta
api juga sama diratakan dengan tanah. Hanya sebagian Karang Anyar Utara yang
masih berdiri, sebagian yang lainnya
juga sama menunggu diratakan dengan tanah. PG tidak mampu membiayai biaya
perawatan. Kejayaan Pabrik gula kini hanya sebuah nama. Turut prihatin!
Melalui
tulisan ini hanya bisa berharap kiranya pabrik gula yang tinggal satu-satunya
yang ada di Kabupaten Cirebon bisa dipertahankan.
Memang yang namanya mempertahankan jauh lebih susah daripada meraih. Pemda
jangan hanya sebatas menonton dengan perubahan menuju kearah kehancuran yang
sedang terjadi. Save PG. Tersana Baru!
Kembalikan kejayaan pabrik gula. Malu rasanya kalau di jaman kolonial yang
waktu itu masih bernama Hindia – Belanda sebagai penghasil gula nomer satu di dunia,
kini malah mengimpor gula terbesar di dunia! Jangan bangga sebagai negara
pengimpor apalagi harus sampai menjual asset negara. Mau dibawa kemana anak
cucu kita dengan banyaknya pabrik yang
gulung tikar. Sebuah keprihatinan anak bangsa.
*)
Alumni SD. Tersana Baru
PG. Tersana Baru - Babakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar