Artikel
BELAJAR DARI EEN SUKAESIH
Dengan Keterbatasan Mengajar Penuh Kasih
Sayang
Oleh : Nurdin Kurniawan *)
Sebagai orang Cirebon dan pernah
mengenyam belajar di SPGN Cirebon tapi kita tak tahu banyak tentang orang yang
satu ini. Baru setelah berbagai media baik elektronik maupun media cetak banyak
memberitakan dirinya barulah kita tersentak. Masih ada seorang guru yang dengan
keterbatasannya menginspirasi banyak orang. Seorang guru yang gigih, penuh
gagasan sampai-sampai beliau mendapatkan suatu penghargaan yang fenomenal Liputan6
Award dengan katagori Inovasi,
Kemanusian, Pendidikan, Pemberdayaan Masyarakat dan
Lingkungan. Penghargaan yang secara
khusus diserahkan langsung oleh mantan Wakil Presiden Yusuf Kalla yang juga
menjadi dewan juru kepada ibu Een Sukaesih.
Ketika
salah satu acara di TV swasta Hitam Putih yang dipandu host Deddy Corbuzier menghadirkan Ibu Een Sukaesih sebagai bintang
tamunya mata ini seolah tak kuat meneteskan air mata mendengarkan penuturannya.
Bagaimana tidak? Hidup 26 tahun di atas pembaringan namun beliau selalu
dikelilingi anak-anak bahkan mahasiswa yang ingin belajar pada Ibu Een.
Dedikasinya
pada dunia pendidikan yang sudah tidak diragukan lagi membuat Presiden RI
mengundang Ibu Een Sukaesih ke Istana Negara. SBY terharu dan bersimpati pada Een karena semangat beliau
yang menginspirasi banyak orang terutama siswa sekolah untuk belajar walaupun
dengan kondisi fisik yang terbatas. Dalam pertemuan tersebut, kata Julian, SBY
mengucapkan terima kasih pada Een atas jasanya membantu ratusan anak untuk
sekolah sampai jenjang perguruan tinggi.
Siapakah Een Sukaesih?
Wanita kelahiran
10 Agustus 1963 itu ingat betul awal dari kelumpuhannya. Ketika usianya masih
18 tahun, ia mulai mengalami sakit-sakitan. Selama enam tahun mengalami sakit,
Een masih bisa jalan. Namun, sejak 1987, penyakitnya membuatnya lumpuh dan
hanya terbaring di tempat tidur.
Een
didiagnosa terkena Rheumatoid arthritis (RA). Penyakit ini merupakan
penyakit autoimun kronis, progresif dan melumpuhkan. Beberapa penelitian
menunjukkan kalau penderita penyakit ini kebanyakan kaum wanita. Berikut ini
cerita Ibu Een pada Liputan6.Com.
"Pada 1987
saya tak bisa jalan. Tak lama kemudian, saya terkena infeksi usus akibat
terlalu banyak obat rematik. Kan panas," katanya lagi.
Saat sakit
infeksi usus itu, Een sempat divonis dokter kalau usianya hanya bisa bertahan 1
minggu. Memang, dokter yang didatanginya itu bukanlah dokter yang biasa. Maklum
saja, keluarganya sewaktu itu sedang panik dan mencari dokter yang berpraktik.
Een mengakui,
sumber kekuatannya untuk tetap bertahan adalah dari anak-anak didiknya. Di
usianya yang tak muda lagi Een memang masih melajang. Namun, hidupnya selalu
dikelilingi anak-anak didiknya yang menyayanginya seperti diceritakan pada Liputan6.com.
"Anak-anak
ini obat buat saya. Sebenarnya, apa yang saya lakukan semata-mata demi Ridho
Allah SWT dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat. Di satu sisi, saya
merepotkan orang lain. Tapi, di sisi lain, saya ingin bermanfaat buat orang
lain".
Een tinggal di Dusun Batukarut RT 01/06, Desa Cibeureum
Wetan, Kecamatan Cimalaka, Sumedang, Jawa Barat. Een mengalami sakit yang
menyebabkan tangan dan kakinya tidak bisa bergerak. Dengan keterbatasan fisik
ini, dia mengajar dari rumahnya. Banyak diantara siswanya yang berhasil sampai mencapai
tingkat universitas.
Terkadang kita yang sehat dengan
mudah mengumpat dengan kondisi yang dihadapi. Kita sebagai pendidik dengan
mudah menyerah menemukan anak didik kita yang bengal, yang suka ngedumel, yang suka nyletuk, yang lari-larian tak mau diam. Namun Ibu Een dengan
kondisi fisiknya yang cacat bisa dengan sabar menghadapi banyak orang dengan
beribu karakter anak didiknya . seorang ibu yang penuh kesabaran memberikan
ilmu pada anak didiknya.
Berikut ini penuturan Ibu Een untuk
memotivasi kita yang masih sehat agar jangan mudah menyerah seperti yang
dituturkan pada Liputan6.com.
"Untuk
saudara-saudara saya yang sependeritaan. Semoga tetap bersabar atas segala yang
kita terima. Berprasangka baiklah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan begitu
kita akan yakin segala yang kita terima pasti yang terbaik untuk kita".
"Bersabar
harus dengan bersyukur kita masih diberikan kehidupan. Masih banyak nikmat yang
kita terima. Untuk mengantisipasi sakit yang kita derita, alangkah lebih baiknya
kita imbangi dengan kegiatan yang positif. Syukur-syukur bermanfaat buat semua
orang. Jika tidak, minimal untuk diri sendiri dan keluarga".
Kadang kita tidak menyadari
orang-orang sukses bahkan yang diberitakan di mass media atau di TV adalah
orang-orang dekat dengan kita, bisa jadi tetangga kita, teman kecil kita, satu
almamater dengan kita. Ibu Een ini adalah orang Cirebon. Bahkan ia sempat
mengajar di salah satu SMA di Sindang Laut.
Berikut
ini penuturan Ibu Een tentang masa lalunya ketika masih sehat seperti
dituturkan pada Deddy Corbuzier dalam acara Hitam Putih. Pada 1985 Een lulus dengan nilai
cukup baik, dan diangkat jadi guru SMA di Sindang Laut, Cirebon, Jawa Barat.
Sebulan di sana, sebelum sempat prajabatan, Een sudah tak kuasa menahan sakit.
Een pun pulang ke Sumedang. Sejak saat itu Een Sukaesih menjadi lumpuh total.
Meski begitu, Een tetap berusaha ikhlas menerima penyakitnya dan kondisinya. Ia
terus berdoa memohon kesembuhan dari-Nya. Ia putar otak untuk mengisi waktunya
yang hening dengan sesuatu yang bermanfaat. Doanya pun terjawab. Dari mengajar
anak kerabat dan keponakannya membuatkan pekerjaan rumah, kini anak-anak
tetangga berjumlah puluhan orang menjadi muridnya. Tanpa memungut bayaran alias
gratis.
Untuk dedikasinya pada pendidikan,
Een Sukaesih beroleh sejumlah penghargaan, di antaranya Dompet Dhuafa Award
2010, lalu Education Award dari Bank Syariah Mandiri (BSM), lalu dari
Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Kartini Award 2012 dan Tupperware
She Can! untuk karya inspiratifnya. Sungguh luar biasa!
Modal Bu
Een dalam mengajar anak-anak adalah : Ilmu
saya memang sedikit, jauh dari perkembangan ilmu zaman sekarang. Yang saya
miliki adalah kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Sungguh setiap perkataanya mendulang intan untuk segera dituliskan.
Tak pernah berhenti belajar adalah rumus yang beliau ajarkan.
Bagaimana mungkin seorang guru akan berhenti belajar sedangkan ia adalah lautan
ilmu bagi anak-anak. Dan dalam kondisi yang demikian hanya kaset-kaset, radio
dan buku anak-anak didiknya yang memberi pengetahuan sehingga bertambah. Ilmu
semakin diajarkan maka akan semakin bertambah kepahaman. Dan itu adalah
keyakinan yang harus dimiliki para pendidik.
Penulis teringat dengan salah satu film
nasional yang berjudul 5 Menara. Dalam
salah satu tayangannya adalah seorang guru yang memperagakan memotong bambu
dengan golok yang tumpul. Dengan kemauan yang kuat akhirnya bambu itu akhirnya
putus juga. Sampai akhirnya lahirlah ucapan yang sangat terkenal. “Man jada wa jadda”. Barang siapa yang
bersungguh-sungguh dalam segala hal maka akan bertemulah pada keberhasilannya.
Sebagai usaha untuk membangkitkan
motivasi pada diri marilah kita belajar dari Ibu Een Sukaesih ketika didera suatu
masalah seperti penuturannya berikut ini :
Bagaimana
menyikapi masalah?
1. Kuatkan keimanan
Yang
menentukan takdir manusia adalah Allah SWT, kita sebagai manusia hanya bisa
maksimal
dalam ikhtiar dan berdoa.
2. Berprasangka baik kepada Allah SWT.
Allah yang
tahu mana yang terbaik untuk kita.
3. Bersyukur dan bersabar
Optimislah!
Bersama
kesulitan pasti ada kemudahan. Bersama kesulitan pasti ada kemudahan.
4. Tidak mudah menyerah
Tidak
mudah putus asa
Jangan
putus asa pada Rahmat-Nya.
Tegar dalam
menghadapi kenyataan.
Pendidikan menurut Ibu Een Sukaesih
adalah kasih sayang dan rasa peduli
terhadap sesama. Guru itu harus identik pada kewibawaan + kepercayaan + kasih sayang.
Ketika ditanya makna pendidikan 2 kata saja? Ibu Een Sukaesih menjawabnya
dengan kasih sayang. Subhanallah! Pendidikan
adalah kasih sayang.
Mudah-mudahan
kita yang masih sehat, kita yang masih diberikan langkah yang panjang, kita
yang masih mampu berbuat sesuatu bisa belajar banyak dari Ibu Een Sukaesih.
Dengan keterbatasannya beliau bisa membangkitkan semangat anak didik sampai
anak didik itu mampu meraih cita-citanya. Mengapa kita sebagai pendidik dengan
mudah putus asa, mudah marah bila menghadapi anak didik yang nakal, anak yang
hiper, anak-anak dengan kebutuhan khusus?
Kita harus merendah diri dan harus banyak belajar dari Ibu Een Sukaesih.
Kisah inspiratif yang layak untuk diteladani.
*) Penulis Lepas
Domisili di Gebang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar