Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Sabtu, 15 Juni 2019

SYUKURAN dan GRATIFIKASI (Artikel)


ARTIKEL

SYUKURAN dan GRATIFIKASI
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)


            Tugas keseharian yang sudah sibuk kini direpotkan dengan pemberkasan mengisi dapodik. Baru selesai dengan dapodik kini ada pemberkasan lagi yang namanya PUPNS 2015. Sepertinya data-data yang seperti ini akan selalu muncul untuk melengkapi data-data keadministrasian yang tidak pernah selesai. Kalau saja ada sinergi yang baik antar intansi atau antar kementrian setidaknya pemberkasan seperti ini tidak akan terjadi. Ini baru selesai kini di intansi yang lain membutuhkan data yang sama yang bila dilihat isinya tidak beda jauh. Salah seorang teman disamping lalu nyletuk kalau yang seperti ini akan terus berlangsung selama ada dananya dan bernuansa proyek.
            Tak mau berpolemik antara proyek ataupun yang bukan proyek, ataupun ingin diketahui kalau menteri si A punya jejak dengan meninggalkan gebragan-gebragan yang sebenarnya di jaman menteri sebelumnya  juga sudah ada. Kegiatan-kegiatan macam pemberkasan memang suatu hal yang harus dilalui. Karena memang datanya sedang dibutuhkan maka ikuti saja. Ini dengan alasan pasti ada sesuatu yang harus dibenahi. Tak ada salahnya loyal meski cara mengumpulkan dokumen-dokumen yang sudah lama tidak dibuka membutuhkan waktu dan ketelitian yang ekstra.
Bagi rekan-rekan yang tidak mau pusing dengan harus mengisi angket atau pengisian ini dan itu tentu akan menggunakan jasa pihak ketiga. Belum lagi mereka-mereka yang sudah sepuh bila harus mengumpulkan berkas yang sudah puluhan tahun tidak dibuka. Mencari katakankah arsip SK pertama sampai terakhir, atau mencari kartu taspen yang dari awal memang tidak pernah lagi melihat bentuknya karena sudah digadaikan di salah satu bank. Mengumpulkan dokumen seperti ini memang membutuhkan ketelitian dan kesabaran yang ekstra tinggi. Tak mau pusing maka menggunakan jasa teman yang bersedia adalah hal yang paling gampang.
Bila pemberkasan sukses dan kita diuntungkan dengan jasa yang diberikan oleh katakanlah teman yang masih sekantor apakah itu masuk dalam katagori gratifikasi? Atau dengan yang telah dikakukan seorang teman yang telah membantu kita dikantor lalu kita berikan ‘sesuatu’ bisa dikatakan gratifikasi?  Pertanyaan yang seperti itu menguat ketika orang sedang ramai-ramainya membicarakan gratifikasi.
            Penulis berusaha mencari pengertian gratifikasi dari buku saku yang dikeluarkan oleh KPK. Budaya memberi dan menerima hadiah kepada dan oleh penyelenggara negara atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) dapat digolongkan ke dalam “gratifikasi”.  Sebuah perbuatan dianggap sebagai gratifikasi atau suap apabila pemberian tersebut dilakukan karena berhubungan dengan jabatan Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri Sipil tersebut berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. 
Peraturan tentang Gratifikasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.  Tujuan dari pemberlakuan peraturan ini adalah untuk menghentikan budaya pemberian dan penerimaan hadiah atau gratifikasi di lingkungan Penyelenggara Negara dan Pegawai Negeri Sipil sehingga tindak pidana pemerasan dan suap dapat diminimalkan atau bahkan dihilangkan.
Setelah membuka buku saku tersebut mulai ada titik terang. Pengertian gratifikasi terdapat pada Penjelasan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, yakni  :
“Yang dimaksud dengan gratifikasi dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik”.
Ada perasaan bersalah juga kalau membiarkan tradisi tersebut terulang-ulang terus.      Tapi disisi lain kita juga sebagai manusia biasa tidak bisa bekerja sendiri pada saat yang bersamaan dituntut untuk cepat menyelesaikan suatu pekerjaan. Tetap saja ada pihak yang dimintai bantuannya. Apalagi yang dimintai bantuan adalah teman dekat yang sudah tidak asing lagi.
Gratifikasi dalam masyarakat Indonesia masih dianggap sebagai hal yang lumrah.  Bahkan secara sosiologis, hadiah adalah sesuatu yang bukan saja lumrah tetapi juga berperan sangat penting dalam merekat ‘kohesi sosial’ dalam suatu masyarakat maupun antarmasyarakat bahkan antarbangsa.  Padahal kebiasaan ini bisa menjadi suatu budaya yang mengarah pada kegiatan bersifat negatif karena dapat menjadi potensi perbuatan korupsi di kemudian hari.
Rasa-rasanya masih sulit untuk membedakan mana yang gratifikasi atau yang memberikan dengan cuma-cuma atau boleh dikatakan sebagai tanda ucapan terimakasih. Dilingkungan teman-teman sering disebutnya sebagai syukuran. Sesungguhnya, praktik gratifikasi atau pemberian hadiah di kalangan masyarakat tidak dilarang tetapi perlu diperhatikan adanya sebuah rambu tambahan yaitu larangan bagi Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara untuk menerima gratifikasi yang dapat dianggap suap. Disinilah yang kadang suka sulit untuk dipisahkan. Sebagai Penyelenggara Negara (PNS) sangat berpotensi nyrempet-nyrempet pada hal-hal yang seperti ini.
Kegiatan meminta bantuan teman lalu kita memberikan ‘sesuatu’ yang katanya bisa diindentikkan dengan gratifikasi kadang sulit dihindari. Bila tidak seperti ini kita akui  kadang tidak bisa dilakukan sendiri. Pasti ada saja yang harus dikerjakan oleh orang lain. Apa yang dikemukakan penulis adalah hal-hal yang bisa dikatagorikan yang masih kecil. Jumlah pemberian juga belumlah seberapa. Tapi bila dijadikan suatu kebiasaan justru akan membahayakan. Disinilah rupanya perlu kesadaran bersama agar budaya yang seperti ini memang harus dihilangkan.
Jika seorang Penyelenggara Negara atau Pegawai Negeri Sipil dapat mengidentifikasi motif pemberian adalah gratifikasi ilegal maka langkah yang sepatutnya diambil adalah menolak gratifikasi tersebut secara baik dan sedapat mungkin tidak menyinggung perasaan pem­beri.  Jika keadaan saat itu “memaksa” untuk menerima gratifikasi tersebut, misalnya pemberian terlanjur dilakukan melalui orang terdekat  (suami, istri, anak dan lain-lain) atau ada perasaan tidak enak kare­na dapat menyinggung pemberi, maka sebaiknya gratifikasi yang diterima segera dilaporkan ke KPK.  Jika instansi tempat bekerja kebetulan adalah salah satu instansi yang telah bekerjasama dengan KPK dalam Program Pengendalian Gratifikasi (PPG), maka Penyelenggara Negara atau Pejabat Negeri Sipil yang bersangkutan dapat melaporkan langsung di instansi tersebut. Itu idealnya, tapi bisakah kita seperti itu manakala yang dihadapinya adalah teman sendiri? Teman yang sudah lama sekantor? Ternyata susah juga ya!
            Mudah-mudahan pembicaraan tentang gratifikasi atau syukuran terhadap apa yang telah kita lakukan atas suatu keberhasilan dalam mengerjakan sesuatu tugas /usaha bisa ditindaklanjuti. Tentunya juga berharap yang seperti ini bukan masuk dalam katagori suap. Ini semata-mata bentuk rasa syukur atas keberhasilan suatu proses yang telah dicapai. Bentuk rasa syukur inilah dengan memberikan sesuatu pada teman. Dengan contoh gratifikasi yang bisa dianggap sebagai suap berikut ini mudah-mudahan bisa membatasi kita untuk tidak bertindak kebablasan.
Berikut ini contoh gratifikasi yang biasa ditemui dalam kedinasan. Gratifikasi yang diterima pegawai dalam kepasitas sebagai wakil instansi yang sah dalam kegiatan kedinasan. Pengertian secara sah adalah diberikan secara terbuka di hadapan umum dalam kegiatan formal dan/atau diberikan sesuai aturan dan bukti pendukung pemberian/serah terima yang sah. Contoh gratifikasi dalam kedinasan:1.  Penerimaan fasilitas transportasi, akomodasi, uang saku dalam kegiatan yang terkait pelaksanaan tugas dan kewajiban di intansi dari rekanan berdasarkan penunjukan dan penugasan resmi dari instansi. 2.   Penerimaan plakat, vendel, goody bag/gimmick dari panitia seminar, lokarya, pelatihan, yang mana keikutsertaannya di dasarkan pada penunjukkan dan penugasan resmi dari instansi.3.    Penerimaan hadiah undian, door prize, hadiah atas pengisian angket, kuisiner dan lain-lain yang sejenis, yang mana keikutsertaannya didasarkan pada penugasan resmi dari instansi.
Mudah-mudahan sedikit banyak membuka mata kita sebagai PNS dalam bekerja. Apa yang kita lakukan di kantor bukan dalam katagori gratifikasi seperti yang diungkap dalam buku saku gratifikasi dari KPK melainkan hanya rasa syukur atas suatu keberhasilan.

                                                                                                                                                *) Praktisi Pendidikan
                                                                                                                Domisili di Gebang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar