ARTIKEL
TABLOID KONTROVERSI
Oleh
: Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)
Menjelang
Pilpres dan Pileg suhu politik makin memanas. Berbagai cara dilakukan untuk
menarik simpati pemilih agar bisa memilih salah satu kontenstan. Media massa seolah tak pernah sepi dari pemberitaan
Pilpres dan Pileg. Semua sektor dimasuki acara kampanye baik itu yang secara
terang terangan ataupun yang tersembunyi.
Beberapa
minggu ini masyarakat diramaikan pembicaraannya tentang salah satu tabloid yang
boleh dikata kontoversi. Ada yang
menilai Tabloid Indonesia Barokah bernuansa pilitik. Ramailah masyarakat ingin
mengetahui seberapa besar peran tabloid dalam meramaikan perpolitikan di tanah air.
Tabloid
Indonesia Barokah sebelumnya banyak tersebar di daerah Jawa Tengah dan Jawa
Barat. Amplop cokelat muncul di beberapa masjid di Jawa Tengah dan Jawa Barat
beberapa waktu yang lalu. Isinya adalah setumpuk tabloid berjudul Indonesia
Barokah edisi pertama. Di sana tertulis tabloid terbit pada Desember 2018,
tapi memang baru ramai dibicarakan setelah beberapa hari. Oleh Bawaslu dan
Dewan Pers, tabloid tersebut telah ditarik dari peredaran.
Tabloid itu mengusung tajuk berjudul “Reuni 212: Kepentingan Umat atau
Kepentingan Politik?” dengan semua huruf kapital. Gambar di halaman depan
menampilkan karikatur orang memakai sorban dan memainkan dua wayang. Tabloid
berisi 16 halaman ini menampilkan 13 macam rubrik berita, mulai dari Mukadimah
hingga Galeri.
Adanya pihak yang
merasa dirugikan akibat pemberitaan Tabloid Indonesia Barokah mnejadikan
tabloid ini dilaporkan pada pihak yang berwajib. Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ferdinand
Hutahaean menilai karena isi berita seperti itu patut diduga pembuat tabloid
ini berasosiasi dengan cawapres petahana. Tabloid ini jadi tak jauh beda dengan
Obor Rakyat yang masif menyebar pada Pilpres 2014, tambah Ferdinand.
“Polanya sama, menyebarkan tabloid isinya fitnah.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI tengah menggandeng Dewan Pers untuk
meneliti konten tabloid. Bila memang dalam tabloid tersebut ditemukan unsur
penghinaan terhadap pasangan calon tertentu, Bawaslu segera melimpahkan
penanganan perkara ini ke Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu).
Tentu saja apa yang disangkatan BPN disangkal oleh kubu Tim Kampanye
Nasioanl (TKN) paslon nomer urut 1. Tim Kampanye
Nasioanal (TKN) nomer urut 1 seperti
disampaikan oleh Direktur Konten TKN,
Fiki Satari pada Detik.com.,
menyatakan bahwa kerja mereka hanya membentuk narasi, sosialisasi, dan juga
video kampanye kepada relawan. Tapi mereka tidak pernah membuat atau menyuruh
membuat tabloid.
Penanggung jawab dan pimred Tabloid
Indonesia Barokah akhirnya diadukan oleh Andi yang juga sebagai Anggota Badan Pemenangan
Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Laporan Andi ke pihak Kepolisian
untuk mengungkap aktor intelektual di balik peredaran tabloid Indonesia
Barokah. Laporan itu diterima dalam nomor LP/B/0120/I/2019/BARESKRIM tertanggal
29 Januari 2019.
Dewan Pers sendiri telah
menyimpulkan bahwa tabloid Indonesia Barokah bukan merupakan produk jurnalistik
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh Indonesia Barokah dipersilahkan
menggunakan UU lain di luar UU 40/1999 tentang Pers, karena dilihat dari sisi
adminitrasi dan konten, Indonesia Barokah bukan pers,” kata Ketua Dewan Pers
Yosep Adi Prasetyo dalam keterangan tertulisnya seperti dilansir Detik.com.
Pada halaman 2 sebetulnya tercantum
susunan redaksi, juga alamat, sebagaimana media-media cetak pada umumnya. Yang
dicatat mulai dari pemimpin umum hingga bagian pemasaran. Dua orang teratas di
susunan redaksi, Moch Shaka Dzulkarnaen dan Ichwanuddin, menjabat Pemimpin Umum
dan Pemimpin Redaksi.
Tak jelas siapa nama-nama yang
tercantum. Tak ada yang familiar kecuali kesamaan nama yang tak bisa diverifikasi. Alamat redaksi, Jalan Haji Kerenkemi, Rawa
Bacang, Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, Bekasi, pun palsu. Hal ini
juga terjadi di Obor Rakyat.Pertanyaan
yang timbul dimasyarakat lalu untuk apa tabloid ada dan dibiayai oleh
siapa?
Menurut kantor Pos ada biaya 1,4 miliar untuk pengiriman paket tabloid ke
pondok-pondok pesantren dan masjid di seluruh Pulau Jawa. Di Jawa Barat sendiri
telah beredar 13.100 Tabloid Indonesia Barokah yang dikirim melalui pos.
Tahun Politik
Di tahun politik seperti sekarang ini yang namanya kampanye terus
diintensifkan untuk mencari pemilih yang masih belum punya pilihan di Pilpres
ataupun Pileg. Maka tak heran bila berbagai cara dilakukan untuk meraih
simpati. Namun dalam perjalanannya kadang ditemui kampanye-kampanye yang tidak
sesuai denga aturan main. Menjatuhkan pihak lawan dengan berita-berita tidak benar
atau hoax.
Masyarakat sendiri kadang tidak bisa membedakan mana yang hoax ataupun yang
benar. Bisa menguasai media massa atau sosial media bisa menguntungkan salah
satu pasangan dalam meraih suara. Maka bila kemunculan tabloid seperti
Indonesia Barokah tak lepas dari upaya perebutan
suara kelak di Pilres ataupun di Pileg.
Direktur New Media Watch Agus
Sudibyo mengungkapkan pada Detik.com,
terdapat dua anomali dari munculnya tabloid Indonesia Barokah, yaitu propaganda
politik melalui media cetak dan upaya menggoyang pemilih loyal. "Ada dua
anomali munculnya tabloid Indonesia Barokah. Ketika kita saat ini berbicara
tentang propaganda di media sosial, tapi tabloid ini justru lewat media cetak
yang disebarkan di masjid-masjid," kata Agus dalam diskusi bertajuk "
Tabloid Indonesia Barokah: Karya Jurnalistik atau Kumpulan Opini?" di
Hotel Peninsula.
Alih-alih mempropagandakan politik
yang bertujuan meraih suara di pemilih mengambang ( swing voters), lanjutnya,
tabloid Indonesia Barokah justru menyasar ke pemilih religius yang sebagian
besar sudah loyal terhadap capres-cawapresnya. "Kenapa kampanyenya justru
masuk ke pemilih loyal”.
Kajian Dewan Pers juga menyatakan bahwa tulisan dan konten dalam rubrik
laporan utama dan liputan khusus hanya memuat beberapa pernyataan dari
narasumber yang telah dimuat oleh media siber lain. Yosep Adi Prasetyo, yang
biasa disapa Stanley, mengatakan, tulisan yang terdapat pada tabloid Indonesia
Barokah memuat opini yang mendiskreditkan salah satu calon presiden tanpa
melakukan verifikasi, klarifikasi ataupun konfirmasi kepada pihak yang
diberitakan. Ia menyebutkan, konfirmasi merupakan kewajiban media sebagaimana
termaktub dalam kode etik jurnalistik.
Kini
masyarakat harus pandai-pandai dalam memilah dan memilih pemberitaan mana yang
baik dan tidak untuk dibaca. Apalagi tabloid seperti ini datangnya ke
tempat-tempat ibadah dimana masyarakat hanya ingin mencari ketenangan dan
kedamaian. Dalam tempat ibadah jangan ada adu domba diantara para jamaahnya.
Pandangan politik boleh berbeda namun jangan dijadikan sebagai ajang adu bomba
memecah belah umat. Jadikan masjid dan
surau sebagai upaya manusia untu mendekatkan diri pada Sang Maha Pencipta. Di
tahun politik ini rupanya ada pihak-pihak yang masih mencari-cari cara
bagaiamana umat terpecah-pecah demi memuluskan jalannya sang calon pada Pilpres
ataupun Pileg.
*) Praktisi Pendidikan
Tinggal di Gebang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar