ARTIKEL
ZONASI MENUAI PROTES
Oleh
: Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)
Tetangga
rumah yang kebetulan bertugas sebagai guru kelas 6 disalah satu Sekolah Dasar (SD) berkeluhkesah.
Ada wali muridnya yang ia ajar datang ke rumah marah-marah. Si wali murid mempertanyakan
kenapa anaknya yang terbilang pintar bahkan mendapat ranking dikelasnya tidak
masuk diterima di sekolah negeri. Orangtua si anak punya data kalau nilai SKHUN
katakanlah si X yang berada di desa tetangga lebih rendah dari anaknya diterima,
sedangkan anaknya yang nilai SKHUN lebih tinggi beberapa point justru tidak
diterima.
Sebagai
walikelas ibu guru tetangga saya tadi menjelaskan sistem Penerimaan Peserta Didik
Baru (PPDB) yang sekarang memang beda
dengan tahun lalu. Kalau sekarang menggunakan sistem zonasi. Bisa saja katakan
si X yang nilai SKHUNnya 21 tidak diterima sementara si Y yang SKHUNnya hanya 19
diterima. Si Y rumahnya berada dibelakang sekolah sementara si X radius 4 km
dari sekolah.
Tetap
saja penjelasan seperti ini tidak bisa diterima. Orangtua siswi tadi tetap protes.
Kalau begitu dikatakan si bapak tadi pemerintah tidak menghargai kepandaian
siswa. Buat apa adanya Ujian Nasional (UN) segala kalau nilai tidak
diperhatikan! Pemerintah lebih memperhatikan Surat Keterangan Tidak Mampu
(SKTM) yang nyata-nyata diterima sedang yang SKHUNnya tinggi tidak diterima di
sekolah pilihan. Bisa jadi nanti di Indonesia akan banyak jumlah orang
miskinnya karena orangtua akan berlomba-lomba minta SKTM agar anaknya bisa
sekolah di sekolah negeri pilihan.
Beda Aturan
PPDB Tahun 2018 untuk sekolah negeri mengacu pada Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta
Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,
Sekolah Menengah Atas, Sekolah Mengengah Kejuruan, atau bentuk lain yang
sederajat.
Tujuan dari PPDB menurut pasal 2 ayat 1:”untuk menjamin penerimaan
peserta didik baru berjalan secara obyektif, transparan, akauntabel, non
diskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan
pendidikan”. Jadi siapapun dari golongan manapun mendapat pelayanan untuk
akses pendidikan bagi anak-anaknya. Harapannya tidak ada lagi anak usia sekolah
yang tidak sekolah, karena berpotensi menimbulkan masalah di lingkungan
sosialnya.
Sistem zonasi untuk sekolah negeri, wajib menerima peserta didik yang
berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90 %
(sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang
diterima. Dasarnya alamat pada kartu keluarga, yang diterbitkan paling lambat 6
(enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.
Rupanya peraturan menteri inilah yang belum banyak diketahui oleh orangtua
siswa. Pantesan saja banyak yang protes ketika anaknya tidak diterima di sekolah
negeri pilihan. Setelah diruntut sebab tidak diterimanya disekolah pilihan
karena domisili si orangtua siswa “jauh” dari sekolah yang dituju sementara ada
siswa lain yang lebih dekat dengan sekolah walau dari segi nilai dia lebih rendah
beberapa poin seperti contoh diatas. Nilainya rendah namun dekat dengan sekolah
maka dialah yang lebih dapat prioritas.
Tujuan sistem zonasi seperti diungkapkan Menteri Pendidikan pada detik.com adalah mengubah pola pikir
orang tua siswa yang rata-rata masih berburu sekolah favorit. Karenanya, sistem
zonasi diklaim dapat menghilangkan adanya anggapan sekolah favorit.
"Padahal tujuan diterapkan zonasi adalah menghapus sekolah favorit karena semua harus sama tidak boleh ada yang status favorit kemudian yang lain buangan," kata Muchadjir Effendy.
"Padahal tujuan diterapkan zonasi adalah menghapus sekolah favorit karena semua harus sama tidak boleh ada yang status favorit kemudian yang lain buangan," kata Muchadjir Effendy.
Mendikbud menyampaikan masih banyak
orang tua yang kecewa anaknya tidak diterima di sekolah favorit. Padahal
sekolah tidak harus berstatus favorit karena kebijakan yang dibuat di setiap
zona kualitasnya harus relatif sama.Muhadjir menyampaikan proses penerimaan
siswa baru pada tahun ini sudah berjalan dengan baik sesuai dengan aturan yang
telah dibuat. "Terkait sejumlah hambatan yang ditemukan akan
diinvetarisasi untuk dijadikan masukan bagi pelaksanaan tahun depan.
Penerapan zonasi ini sebenarnya sudah berjalan sejak tahun lalu. Perubahan
dari sistem rayonisasi menjadi zonasi. Ia menjelaskan prinsip perbedaan prinsip
rayonisasi dan zonasi, sistem rayonisasi lebih mementingkan capaian prestasi
siswa di bidang akademik, sedangkan sistem zonasi sendiri lebih menekankan
jarak radius siswa dengan sekolah. "Dengan demikian, siapa yang paling
dekat dengan sekolah, dia yang punya hak untuk dapatkan layanan pendidikan dari
sekolah itu. Maka demikian seandainya masih ada seleksi, maka seleksinya bukan
untuk membuat ranking, tapi dalam rangka seleksi penempatan atau placement
test sehingga nggak berpengaruh terhadap hak siswa untuk masuk di
sekolah-sekolah di mana sekolah itu paling dekat di mana dia berada. Ini
prinsip yang dilakukan," imbuh Muhadjir pada detik.com.
Pro Kontra
Menonton salah satu televisi swasta
mulai diramaikan dengan berita-berita tentang imbas dari sistem zonasi dalam
PPDB. Bahkan ada salah satu keluarga yang berani mengadukan ke KPAI bahwa salah satu anaknya tidak bisa
diterima di sekolah negeri pilihan. Lagi-lagi karena jarak tempat tinggal yang
terbilang jauh sehingga nilai SKHUNnya yang tinggi tidak berpengaruh banyak
dengan mereka yang nilai SKHUNnya rendah namun berdomisili dekat dengan sekolah yang dimaksud.
Orangtua yang mengadu ke KPAI tentu
sangat tidak setuju adanya sistem zonase dalam PPDB. Zonasi telah
mematikan semangat sang anak untuk bisa
memilih sekolah sesuai dengan
kehendaknya. Zonase mematikan keinginan sang anak untuk bisa bekompetisi
di sekolah yang menurut keyakinan si anak mempunyai keunggulan tertentu.
Sistem zonasi yang diberlakukan Kemendikbud dalam Penerimaan Peserta Didik
Baru (PPDB) dinilai bakal membatasi kesempatan siswa memilih sekolah yang
dinilai berkualitas. Padahal, sebagian orang tua ingin menyekolahkan anaknya di
luar wilayah tempat tinggalnya.
Dilain pihak ada anak-anak usia
sekolah yang keterbatasan ekonomi
orangtuanya tidak bisa masuk sekolah negeri padahal tak jauh dari domisili si
anak ada sekolah-sekolah yang menjadi incaran karena unggul alam berbagai
bidang. Tentu saja hal ini juga menciderai keingian anak untuk bisa sekolah yang
dekat dengan rumah. Adanya zonasi sangat membantu anak-anak yang ingin sekolah
tak jauh dari rumah. Hal ini bisa menghemat ongkos dengan demikian sangat membantu ekonomi
keluarga.
Pro dan kontra menjadikan PPDB banyak dibicarakan. Yang merasa dirugikan
ada, demikian yang diuntungkan juga ada. Bila kita lihat kebelakang aturan
tentang PPDB mengalami banyak perubahan. Seleksi PPDB pada pada 1970 an
berdasarkan tes tertulis, kemudian diganti dengan hasil Ebtanas, kemudian rayonisasi
dan saat ini dengan sistem zonasi.
Setiap menteri mempunyai kebijakan yang berbeda, untuk menentukan sistem
seleksi yang obyektif, jujur, transparan, dan kerkeadilan.
Sebagai masyarakat tentunya berharap PPDB kedepan makin baik saja. Apa yang
banyak dikeluhkan sekarang ini karena sistem zonasi masih terbilang baru. Pada
saatnya nanti orang juga akan merasakan manfaat dari aturan adanya zonasi.
Ketika sosialisasi belum maksimal disebarluaskan masih banyak orangtua yang
ingin coba-coba. Ingin seperti ketika ia sekolah dahulu. Bisa memilih sekolah
yang boleh dikata favorit walau letaknya jauh sekalipun tak menjadi masalah.
Yang penting bisa sekolah di sekolah
favorit.
Aturan yang sekarang justru ingin
secara perlahan istilah favorit dihilangkan setahap demi setahap , makanya
mencoba dengan sistem yang baru yang namanya zonasi. Mudah-mudahan semuanya
bisa menerima. Aturan PPDB yang sekarang juga tentunya akan dievalusi lagi setelah banyaknya
aduan masyarakat yang merasa dirugikan dengan adanya zonasi.
*)
Praktisi Pendidikan
Domisili di Gebang
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar