Mengenai Saya

Foto saya
Cirebon, Jawa Barat, Indonesia
Nurdin Kurniawan, S.Pd. Bekerja sebagai PNS disalah satu sekolah di kota Kabupaten Cirebon. Selain sebagai guru aktif menulis di beberapa surat kabar yang ada di cirebon. Diorganisasi PGRI tercatat pula sebagai redaktur majalah Diaelktika, majalah milik PGRI Kab. Cirebon. Tinggal di Gebang yang merupakan Kampung Nelayan yang ada di Cirebon

Sabtu, 15 Juni 2019

ZONASI MENUAI PROTES (Artikel)


ARTIKEL

ZONASI MENUAI PROTES
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd. *)


            Tetangga rumah yang kebetulan bertugas sebagai  guru kelas 6 disalah satu Sekolah Dasar (SD) berkeluhkesah. Ada wali muridnya yang ia ajar datang ke rumah marah-marah. Si wali murid mempertanyakan kenapa anaknya yang terbilang pintar bahkan mendapat ranking dikelasnya tidak masuk diterima di sekolah negeri. Orangtua si anak punya data kalau nilai SKHUN katakanlah si X yang berada di desa tetangga lebih rendah dari anaknya diterima, sedangkan anaknya yang nilai SKHUN lebih tinggi beberapa point justru tidak diterima.
            Sebagai walikelas ibu guru tetangga saya tadi menjelaskan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)  yang sekarang memang beda dengan tahun lalu. Kalau sekarang menggunakan sistem zonasi. Bisa saja katakan si X yang nilai SKHUNnya 21 tidak diterima sementara si Y yang SKHUNnya hanya 19 diterima. Si Y rumahnya berada dibelakang sekolah sementara si X radius 4 km dari sekolah.
            Tetap saja penjelasan seperti ini tidak bisa diterima. Orangtua siswi tadi tetap protes. Kalau begitu dikatakan si bapak tadi pemerintah tidak menghargai kepandaian siswa. Buat apa adanya Ujian Nasional (UN) segala kalau nilai tidak diperhatikan! Pemerintah lebih memperhatikan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang nyata-nyata diterima sedang yang SKHUNnya tinggi tidak diterima di sekolah pilihan. Bisa jadi nanti di Indonesia akan banyak jumlah orang miskinnya karena orangtua akan berlomba-lomba minta SKTM agar anaknya bisa sekolah di sekolah negeri pilihan.
            Beda Aturan
            PPDB Tahun 2018 untuk sekolah negeri mengacu pada  Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Mengengah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat. 
Tujuan dari PPDB menurut pasal 2 ayat 1:”untuk menjamin penerimaan peserta didik baru berjalan secara obyektif, transparan, akauntabel, non diskriminatif, dan berkeadilan dalam rangka mendorong peningkatan akses layanan pendidikan”. Jadi siapapun dari golongan manapun mendapat pelayanan untuk akses pendidikan bagi anak-anaknya. Harapannya tidak ada lagi anak usia sekolah yang tidak sekolah, karena berpotensi menimbulkan masalah di lingkungan sosialnya.
Sistem zonasi untuk sekolah negeri, wajib menerima peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90 % (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. Dasarnya alamat pada kartu keluarga, yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB. 
Rupanya peraturan menteri inilah yang belum banyak diketahui oleh orangtua siswa. Pantesan saja banyak yang protes ketika anaknya tidak diterima di sekolah negeri pilihan. Setelah diruntut sebab tidak diterimanya disekolah pilihan karena domisili si orangtua siswa “jauh” dari sekolah yang dituju sementara ada siswa lain yang lebih dekat dengan sekolah walau dari segi nilai dia lebih rendah beberapa poin seperti contoh diatas. Nilainya rendah namun dekat dengan sekolah maka dialah yang lebih dapat prioritas.
Tujuan sistem zonasi seperti diungkapkan Menteri Pendidikan pada detik.com adalah mengubah pola pikir orang tua siswa yang rata-rata masih berburu sekolah favorit. Karenanya, sistem zonasi diklaim dapat menghilangkan adanya anggapan sekolah favorit.
"Padahal tujuan diterapkan zonasi adalah menghapus sekolah favorit karena semua harus sama tidak boleh ada yang status favorit kemudian yang lain buangan," kata Muchadjir Effendy.
Mendikbud  menyampaikan masih banyak orang tua yang kecewa anaknya tidak diterima di sekolah favorit. Padahal sekolah tidak harus berstatus favorit karena kebijakan yang dibuat di setiap zona kualitasnya harus relatif sama.Muhadjir menyampaikan proses penerimaan siswa baru pada tahun ini sudah berjalan dengan baik sesuai dengan aturan yang telah dibuat. "Terkait sejumlah hambatan yang ditemukan akan diinvetarisasi untuk dijadikan masukan bagi pelaksanaan tahun depan.
Penerapan zonasi ini sebenarnya sudah berjalan sejak tahun lalu. Perubahan dari sistem rayonisasi menjadi zonasi. Ia menjelaskan prinsip perbedaan prinsip rayonisasi dan zonasi, sistem rayonisasi lebih mementingkan capaian prestasi siswa di bidang akademik, sedangkan sistem zonasi sendiri lebih menekankan jarak radius siswa dengan sekolah. "Dengan demikian, siapa yang paling dekat dengan sekolah, dia yang punya hak untuk dapatkan layanan pendidikan dari sekolah itu. Maka demikian seandainya masih ada seleksi, maka seleksinya bukan untuk membuat ranking, tapi dalam rangka seleksi penempatan atau placement test sehingga nggak berpengaruh terhadap hak siswa untuk masuk di sekolah-sekolah di mana sekolah itu paling dekat di mana dia berada. Ini prinsip yang dilakukan," imbuh  Muhadjir pada detik.com.

Pro Kontra
Menonton salah satu televisi swasta mulai diramaikan dengan berita-berita tentang imbas dari sistem zonasi dalam PPDB. Bahkan ada salah satu keluarga yang berani mengadukan ke  KPAI bahwa salah satu anaknya tidak bisa diterima di sekolah negeri pilihan. Lagi-lagi karena jarak tempat tinggal yang terbilang jauh sehingga nilai SKHUNnya yang tinggi tidak berpengaruh banyak dengan mereka yang nilai SKHUNnya rendah namun berdomisili dekat dengan  sekolah yang dimaksud.
Orangtua yang mengadu ke KPAI tentu sangat tidak setuju adanya sistem zonase dalam PPDB. Zonasi telah mematikan  semangat sang anak untuk bisa memilih sekolah sesuai dengan  kehendaknya. Zonase mematikan keinginan sang anak untuk bisa bekompetisi di sekolah yang menurut keyakinan si anak mempunyai keunggulan tertentu.
Sistem zonasi yang diberlakukan Kemendikbud dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dinilai bakal membatasi kesempatan siswa memilih sekolah yang dinilai berkualitas. Padahal, sebagian orang tua ingin menyekolahkan anaknya di luar wilayah tempat tinggalnya.
Dilain pihak ada anak-anak usia sekolah yang keterbatasan  ekonomi orangtuanya tidak bisa masuk sekolah negeri padahal tak jauh dari domisili si anak ada sekolah-sekolah yang menjadi incaran karena unggul alam berbagai bidang. Tentu saja hal ini juga menciderai keingian anak untuk bisa sekolah yang dekat dengan rumah. Adanya zonasi sangat membantu anak-anak yang ingin sekolah tak jauh dari rumah. Hal ini bisa menghemat ongkos  dengan demikian sangat membantu ekonomi keluarga.
Pro dan kontra menjadikan PPDB banyak dibicarakan. Yang merasa dirugikan ada, demikian yang diuntungkan juga ada. Bila kita lihat kebelakang aturan tentang PPDB mengalami banyak perubahan. Seleksi PPDB pada pada 1970 an berdasarkan tes tertulis, kemudian diganti dengan hasil Ebtanas, kemudian rayonisasi dan saat ini dengan sistem zonasi.
Setiap menteri mempunyai kebijakan yang berbeda, untuk menentukan sistem seleksi yang obyektif, jujur, transparan, dan kerkeadilan.
Sebagai masyarakat tentunya berharap PPDB kedepan makin baik saja. Apa yang banyak dikeluhkan sekarang ini karena sistem zonasi masih terbilang baru. Pada saatnya nanti orang juga akan merasakan manfaat dari aturan adanya zonasi. Ketika sosialisasi belum maksimal disebarluaskan masih banyak orangtua yang ingin coba-coba. Ingin seperti ketika ia sekolah dahulu. Bisa memilih sekolah yang boleh dikata favorit walau letaknya jauh sekalipun tak menjadi masalah. Yang penting bisa  sekolah di sekolah favorit.
Aturan yang sekarang justru  ingin secara perlahan istilah favorit dihilangkan setahap demi setahap , makanya mencoba dengan sistem yang baru yang namanya zonasi. Mudah-mudahan semuanya bisa menerima. Aturan PPDB yang sekarang juga  tentunya akan dievalusi lagi setelah banyaknya aduan masyarakat yang merasa dirugikan dengan adanya zonasi.

                                                                                                *) Praktisi Pendidikan
                                                                                                                  Domisili di Gebang


Tidak ada komentar:

Posting Komentar