ARTIKEL
BAHAN BAKAR FOSIL
Oleh : Nurdin Kurniawan, S.Pd.*)
Sebagai negara yang sedang berkembang
pembangunan insfrastruktur sedang pesat-pesatnya dilakukan. Kebutuhan akan
energi juga terus diupayakan terpenuhi. Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah
sebagai salah satu keuntungan kondisi geologis Indonesia. SDA banyak namun
belum sepenuhnya bisa dikelola dengan baik. Dari sekian banyak energi fosil
maka batubara salah satu diantanya yang banyak diperbincangkan.
Batubara sebagai bahan bakar telah digunakan sejak
berabad-abad yang lalu. Pada awalnya , batubara mengubah sejarah dunia modern
dengan mendorong Revolusi Industri di Inggris, sejak itu batubara tak berhenti
mengubah wajah dunia dengan berbagai jejak kerusakan yang ditinggalkannya.
Batubara dalam beberapa minggu ini
banyak mendapatkan perhatian terutama mayarakat Cirebon. Mulai dari penutupan
aktivitas bongkar muat batubara sampai akan dibangunnya PLTU II yang juga
lokasinya juga di Cirebon. Penutupan aktivitas bongkar muat batubara di pelabuhan
yang belum ada solusinya sampai akan dibangunnya PLTU tahap II yang juga masih
menyisakan banyak masalah.
Bahan bakar fosil masih menjadi
bahan bakar utama yang digunakan orang di negeri ini. Dalam keseharian kita
yang memiliki kendaraan bermotor tak akan lepas dari yang namanya premium,
pertamax, pertalite. Belum lagi ibu-ibu rumahtangga yang kesehariannya tak
lepas dari apa yang disebut sebagai gas melon (elpiji). Kebutuhan seperti itu
akan terus bertambah sampai bisa menemukan energi terbarukan.
Sebagai bahan bakar yang tidak dapat
diperbarui, energi fosil suatu saat akan habis. Manusia terus berinovasi untuk
bisa menemukan energi alternatif yang bisa menggantikan energi fosil. Energi
alternatif yang juga tentunya diharapkan ramah akan lingkungan. Selama ini
diakui yang namanya energi fosil tidak ramah lingkungan alias menimbulkan
polusi.
Bagi kita yang jauh dari lokasi PLTU
mungkin tak akan mengalami polusi seperti yang dekat dengan pabrik. Polusi
memang bisa diminimalisir namun tetap saja tidak bisa menghilangkan 100%. Di negara-negara
yang sudah maju energi fosil sudah mulai ditinggalkan salah satu diantaranya
adalah energi batubara. Namun seperti Indonesia yang melimpah akan persediaan
batubara akankah mengikuti negara-negara maju untuk beralih ke energi lain?
Inilah yang masih menjadi bahan perdebatan. Sumber daya alam yang sayang
tentunya kalau dibiarkan saja tanpa dieksploitasi.
Lalu, seperti apakah polusi yang
diakibatkan oleh batubara? Bentuk polusi yang paling banyak diakibatkan oleh
pembakaran batubara adalah polusi udara. Polusi udara adalah terkontaminasinya
udara oleh bahan berbahya yang karena jumlah ataupun karakteristiknya dapat
membahayakan kesehatan manusia atau lingjungan sekitarnya. Selain menghasilkan
gas-gas buangan yang dapat mencemari udara, akumulasi dari debu-debu hasil
pembakaran batubara dapat menempel di pipa-pipa boiler dan membentuk semacam
kerak yang disebut slag.
Polutan yag
dihasilkan dari pembakaran batubara seperti SO2, CO, material partikulat.
Selain itu ada bahan polutan lain yang disebut udara beracun. Ini dalah polutan
yang sangat berbahaya meskipun jumlahnya hanya sedikit dihasilkan oleh
pembakaran batubara.
Sulfur
Oksida (SO2) secara langsung dapat menyebabkan iritasi pada alat pernafasan
manusia, mengurangi jarak pandang, sesak nafas, lebih lanjut bisa mengakibatkan
kematian. Reaksi sulfur oksida dengan kelembaban ataupun hujan bisa menimbulkan
hujan asam yang sangat berbahaya bagi
tenaman, hewan dan manusia.
Hal lain
pembakaran batubara adalah abu. Abu tersebut mudah terlihat oleh mata bahkan
dapat menggangu jarak pandang jika tersebar di uadara bebas. Jika terhirup oleh
manusia bisa mengakibatkan luka pada bagian sistem alat pernafasan. Pembakaran
batubara di PLTU adalah sumber utama gas rumah kaca penyebab perubahan iklim
seperti karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan metana yang
memperburuk kondisi iklim kita.
Tidak Ramah Lingkungan
Sepanjang
siklus pemanfaatannya batubara menimbulkan kerusakan yang tak dapat
diperbaiki pada bumi dan manusia di dalamnya. Siklus hidup batubara mulai dari
bawah tanah hingga ke limbah beracun yang dihasilkannya, biasanya disebut
sebagai rantai kepemilikan. Rantai kepemilikan ini memiliki tiga rantai utama
yaitu penambangan, pembakaran, sampai ke pembuangan limbahnya. Setiap bagian
dari rantai ini, menimbulkan daya rusak yang harus ditanggung bumi dan manusia
didalamnya.
Pembakaran
batubara meninggalkan jejak kerusakan yang tak kalah dahsyat. Air dalam jumlah
yang besar dalam pengoperasian PLTU mengakibatkan kelangkaan air di banyak
tempat. Polutan beracun yang keluar dari cerobong asap PLTU mengancam kesehatan
masyarakat dan lingkungan sekitar. Partikel halus debu batubara adalah penyebab
utama penyakit pernapasan akut, merkuri perusak perkembangan saraf anak-anak
balita dan janin dalam kandungan ibu hamil yang tinggal di sekitar PLTU.
Jejak kerusakan yang ditinggalkan
oleh batubara tidak berhenti di saat pembakarannya. Di ujung rantai kepemilikannya,
terdapat pertambangan batubara yang ditinggalkan setelah dieksploitasi habis,
limbah pembakaran batubara, dan hamparan alam yang rusak tanpa pernah akan bisa
kembali seperti sediakala.
Pertambangan yang ditinggalkan pasca
dieksploitasi habis, meninggalkan segudang masalah untuk lingkungan dan
masyarakat sekitarnya. Lubang-lubang raksasa, drainase tambang asam, dan erosi
tanah hanya sebagian dari masalah. Hamparan alam yang rusak adalah adalah
kondisi permanen yang tak akan pernah pulih , sekeras apapun usaha yang
dilakukan untuk mengembalikannya.
Berdasarkan penelitian yag
dikeluarkan Walhi dihasilkan fakta PLTU batubara dengan kapasitas 1.000 MW
ternyata menimbulkan radiasi ke lingkungan 100 kali lebih besar dibanding dengan
energi lainnya.
Belum adanya energi terbarukan yang
ramah lingkungan yang bisa dihasilkan maka penggunaan batubara memang
alternatifnya. Perlu diperhatikan pula agar pemanfaatan batubara seefektif dan
seefisien mungkin jangan sampai merugikan
masyarakat sekitar. Negara ini memang masih membutuhkan energi untuk gerak roda
pembangunannya.
Menjadi sangat penting juga bila
energi batubara masih digunakan maka agar jangan sampai menimbulkan konflik
yang lebih jauh maka berdayakan masyarakat sekitar untuk jadi karyawannya.
Lahan pertanian, tambak yang beralih fungsi untuk dibangun PLTU setidaknya
menimbulkan tingkat pengangguran baru. Diharapkan dari mereka yang tergusur lahannya
ini bisa tetap bekerja walau kini harus jadi karyawan. Tak masalah yang penting
sedikit banyak bisa meredam masalah baru yang akan timbul kemudian.
*) Praktisi Pendidikan
Domisili di Gebang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar